Aksi Menolak RKUHP dan Kenaikan BBM di Cirebon Berakhir Ricuh

Aksi mahasiswa saling dorong dengan aparat keamanan/RMOLJabar
Aksi mahasiswa saling dorong dengan aparat keamanan/RMOLJabar

Aksi demonstrasi Aliansi Mahasiswa Universitas Gunung Jati (UGJ) di depan kantor DPRD Kota Cirebon berakhir ricuh. Mahasiswa menuntut pembatalan RKUHP dan kenaikan BBM, Senin (18/7)


Awalnya, mahasiswa melakukan long march dari depan kampus UGJ menunju kantor DPRD Kota Cirebon. Sesampainya di depan kantor DPRD, mahasiswa melakukan orasi dan bakar ban. 

Tak berapa lama kemudian, puluhan mahasiswa mencoba masuk ke dalam halaman kantor DPRD. Namun, aksi tersebut berhasil dihalangi petugas yang berjaga. Akibat kejadian tersebut, terjadi aksi saling dorong yang berakhir ricuh.

Koordinator aksi, Faiz mengatakan, aksi mahasiswa merupakan penolakan RKUHP, kelangkaan dan kenaikan BBM. Apabila aspirasi dibungkam maka akan menyengsarakan rakyat.

"Kami dengan tegas menolak RKUHP dan kelangkaan BBM. Ini harus disuarakan tidak boleh dibungkam. Karena rakyat lah yang merasakan dampaknya," tutur Fais.

Fais menambahkan, pasal kontroversial RKUHP telah menggemparkan masyarakat. Terjadi keresahan dan memakan korban dalam aksi pada 2019 lalu.

Sehingga pemerintah akhirnya menunda pembahasan RKUHP pada pembahasan Tingkat II. Akan tetapi pada 2022 ini pemerintah mulai membicarakan kembali terkait RKUHP yang kontroversial tersebut.

"Pada tahun 2019 lalu kita telah digemparkan oleh beberapa pasal RKUHP yang membuat banyak kalangan masyarakat resah. Sempat ditunda karena ramainya aksi penolakan. Tapi tahun ini  pemerintah mulai membicarakan kembali RKUHP yang kontroversial tersebut," ujarnya.

Menurut Fais, hal ini juga dapat menimbulkan pandangan adanya pemerintahan yang otoriter, sedangkan negara Indonesia menganut sistem demokrasi yang mana kekuasaan tertinggi terdapat di tangan rakyat.

"Makna dari "Ujaran Kebencian" yang terdapat dalam pasal ini dapat menimbulkan multitafsir. Tidak ada garis batas yang jelas antara ujaran kebencian dengan kritik yang dilayangkan kepada pemerintah. Pasal ini akan mengancam kebebasan untuk berpendapat," tuturnya.

Jika dilihat dari KBBI tindak pidana adalah perbuatan pidana perbuatan kejahatan, hal ini tidak logis karena mengirim surat pemberitahuan itu hanyalah merupakan bentuk pembungkam kritik yang dilayangkan kepada pemerintah yang mana Indonesia sebagai negara demokrasi. (Dede Adhitama)