Protes yang dilayangkan Kementerian Luar Negeri China terhadap aktivitas pengeboran di rig lepas pantai Natuna Utara, baiknya tak perlu ditanggapi pemerintah Indonesia.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana menyebut, pemerintah melalui Bakamla justru perlu melakukan pengamanan agar pengeboran di rig lepas pantai tetap berjalan.
Hikmanto pun menjabarkan, ada empat alasan mendasar mengapa hal tersebut perlu dilakukan.
"Pertama, Indonesia tidak pernah mengakui sembilan garis putus yang diklaim oleh China di Laut China Selatan. Sementara China melakukan protes terhadap Indonesia atas dasar klaim sembilan garis putus ini," kata Hikmahanto, Kamis (2/12).
Kedua, sambungnya, China selama ini mengklaim sembilan garis putus yang menjorok ke Indonesia terkait sumber daya alam sebagai "traditional fishing ground". Ini merujuk pada sumber daya laut yang berada di kolom laut, seperti ikan.
"Lalu mengapa China protes terkait aktifitas pengeboran sumber daya alam yang berada dibawah dasar laut? Apakah China dengan sembilan garis putus akan mengklaim sumber daya alam di dasar laut?" sambung Rektor Universitas Jenderal A. Yani ini.
Alasan lainnya, jelas Hikmahanto, dengan mengabaikan protes China berarti Indonesia terus dan tetap konsisten tidak mengakui klaim China atas sembilan garis putus.
Alasan terakhir adalah tepat bagi Indonesia untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di dasar laut tanpa menghiraukan protes China.
"Hal ini karena Indonesia melaksanakan hak berdaulat atas Landas Kontinen Indonesia di Natuna Utara sesuai ketentuan Konvensi Hukum Laut PBB," tegasnya, dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL.
© Copyright 2024, All Rights Reserved