Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang larangan pembatasan barang impor sebagai revisi aturan sebelumnya, yakni Permendag Nomor 36 Tahun 2023.
Menanggapi keluarnya regulasi terbaru tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani mengapresiasi langkah yang diambil Kemendag.
"Kami mengapresiasi atas terbitnya Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang menyederhanakan prosedur impor terutama dalam mengatasi sejumlah kendala," kata Shinta melalui keterangan tertulisnya, Minggu (19/5).
Shinta mengakui revisi aturan tersebut dilakukan karena ada sejumlah kendala di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara dan Tanjung Perak, Surabaya, yakni penumpukan kontainer.
"APINDO menilai Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan di bawah Kementerian Koordinasi Perekonomian telah merespons dengan tanggap aturan revisi setelah mendapat arahan Presiden Joko Widodo untuk relaksasi aturan impor," ujarnya.
Ia meyakini, relaksasi aturan impor khususnya pada produk bahan baku atau penolong industri dalam Permendag Nomor 8 Tahun 2024 diklaim lebih efektif dibanding regulasi sebelumnya.
Menurutnya, ada 7 kelompok barang dan sejumlah komoditas yang proses persyaratannya tanpa pengaturan teknis (pertek), yakni hanya berupa laporan surveyor dalam rangka pelepasan kontainer yang tertahan.
Diketahui, ribuan kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak tertahan karena implementasi Permendag Nomor 36 Tahun 2023. Ada aturan pengiriman kontainer memerlukan pertek yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian.
Penumpukan kontainer terjadi lantaran pertek keluarnya lama. Kemendag pun mengeluarkan revisi menjadi juncto Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang menghapus soal pertek di 7 komoditas yakni elektronik, obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetik dan peralatan rumah tangga (PKRT), alas kaki, pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi, tas dan katup.
"Penerbitan ini penting agar relaksasi tidak disalahgunakan bagi impor ilegal atau diperdagangkan bebas di pasar dalam negeri secara tidak sehat ketika tergolong sebagai barang komersial," paparnya.
Dikatakan Shinta, kebijakan tersebut sejalan dengan aspirasi pelaku usaha yang membutuhkan kemudahan impor bahan baku atau penolong dan barang modal industri.
"Mengingat pengetatan impor produk konsumsi dan impor ilegal menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat," ujarnya.
Ia memastikan dunia usaha akan bekerja sama dengan pemerintah untuk sosialisasi Permendag. Termasuk bagi pelaku usaha yang mengalami kesulitan impor dalam pelaksanaan peraturan baru ini sehingga meminimalisir hambatan lain.
Di samping itu, sosialisasi juga ditujukan kepada seluruh stakeholder yang terkait proses perizinan impor dari hulu ke hilir. Sehingga, regulasi bisa diimplementasikan secara komprehensif di lapangan.
"Kami secara simultan akan mempelajari Permendag ini, khususnya yang berpengaruh pada sektor tertentu seperti TPT (tekstil dan produk tekstil) yang selama ini tertekan oleh impor ilegal. Mungkin perlu dikeluarkan peraturan khusus soal impor untuk sektor itu," ujarnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved