Berubahnya skema pembiayaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung terus menimbulkan polemik Sebab, lima tahun lalu Presiden Joko Widodo berjanji tidak akan membebankan APBN untuk pembiayaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
Pengamat Transportasi dari Universitas Trisakti (Usakti), Yayat Supriatna tak meyakini PT KCIC akan meraup keuntungan meski proyek tersebut dibiayai APBN. Pasalnya, persoalan Kereta Cepat Jakarta-Bandung tak hanya mengenai penyelesaian pembangunan.
"Kalau PT KCIC mengalami kerugian yang disebabkan tidak adanya penumpang, pasar tidak tinggi, tidak punya sumber dana lain, dan operasionalisasi tinggi. Otomatis ini akan memakan biaya APBN untuk operasionalisasinya," kata Yayat saat dihubungi Kantor Berita RMOLJabar, Rabu (13/10).
"Jadi harus ada ketegasan, berapa persen dari APBN yang dikontribusikan untuk Kereta Cepat Jakarta-Bandung," tegasnya.
Selain itu, Yayat khawatir adanya intervensi APBN untuk Kereta Cepat Jakarta-Bandung akan menggerus program pemerintah lainnya. Misalnya sektor pendidikan, kesehatan, dan lainnya.
Menurutnya, saat ini pemerintah sedang mengalami kesulitan mencari sumber pembiayaan lain guna pembangunan kecuali mengeksploitasi dalam artian sumber pendanaan dari pajak.
"Jangan sampai nanti APBN pun tergerus oleh proyek-proyek bisnis yang sebenarnya masih ada potensi kerugian. Misalkan, jumlah penumpang tidak mampu menutup biaya operasional," tuturnya.
"Sekarang terlihat sekali pemerintah sangat intensif mencari dari pajak perorangan maupun korporasi. Otomatis sekarang masyarakat diminta untuk berkontribusi dalam pembangunan," lanjutnya.
Menurutnya, perubahan skema pembiayaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung dari Business to Business (B to B) menjadi Business to Government (B to G) harus dipaparkan kontribusinya. Yayat mempertanyakan kontribusi APBN dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sebagai apa.
"Jika tentang pembiayaan dan berapa besarannya?" tanya Yayat.
Kendati demikian, Yayat meminta pemerintah menjelaskan kontribusi APBN ke depannya, apakah bertanggung jawab dalam konteks menyelesaikan secara menyeluruh.
"Karena bagaimana pun apakah APBN itu sebagai pernyertaan modal atau ada dividen di dalamnya," tukasnya.
Diketahui, perubahan tersebut diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) 93/2021 Perubahan atas Perpres 107/2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.
© Copyright 2024, All Rights Reserved