RMOLJabar. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Sience dan Ilmu Terapan (Faster) Universitas Suryakancana (Unsur) Cianjur menggelar dialog kebudayaan bersama Mahasiswa Cianjur dan Pelestari Adat, Seni dan Budaya Tradisional, Tjakra Poetra Padjadjaran, Sabtu (6/7).
Bertempat di Kampung Nangleng Kaler, Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur, kegiatan ini bertajuk "Ngamumule Mamaos, Ngaos, Maen Po".
Tajuk tersebut merupakan salah satu akar sejarah dan kebudayaan maupun seni tradisi masyarakat Cianjur yang dahulu memantapkan dirinya sebagai masyarakat agraris.
Selain dialog, kegiatan ini juga menampilkan beladiri pajampangan dan tombak perisai, ibingan tepak tilu, kacapi suling bertembang rajah, kidung rahayu, serta lalayaran pangjajap.
"Kegiatan ini sangat di apresiasi oleh pihak Fakultas, oleh karenanya kami bersama pengurus BEM dan perwakilan jurusan, mendorong generasi muda Cianjur khususnya, untuk tetap mencintai adat dan seni budaya tradisi, yang merupakan warisan dari para leluhur bangsa kita," ucap Ketua Bem Faster, Yosep dalam rilis yang diterima Kantor Berita RMOLJabar, Selasa (9/7).
"Kegiatan seperti ini sebaiknya diadakan di setiap perguruan tinggi maupun sekolah sekolah, sehingga nilai-nilai tradisi tetap terjaga, dan BEM Faster siap menjadi pionir pelestari seni budaya tradisi di Cianjur, khususnya bagi kalangan mahasiswa," lanjut Yosep.
Di tempat yang sama, Pimpinan Laskar Muda Padjadjaran Padepokan Tjakra Poetra Padjadjaran mengatakan, ruang-ruang kebudayaan sudah mulai terbuka. Falsafah bangsa sudah ditetapkan, Pancasila disepakati sebagai dasar fondasi kehidupan berbangsa negara, dan Agama. Pancasila pun sebagai pembebas sekaligus pengunci dari semua hal buruk yang ada dalam diri.
"Begitu juga dalam rumpaka (lirik) mamaos, mengandung nilai-nilai hidup yg menjunjung tinggi Ketuhanan, Kemanusiaan, Papatet dan pepeling (pepatah dan nasehat), serta kasih sayang terhadap alamnya. Dalam nilai-nilai tersebut, selain harus patuh pada hukum formal yang tersurat, manusia juga dituntut patuh pada hukum adat yang tersirat, yaitu berupa larangan dan karma, yg di bahasakan dalam tata umpama atau siloka, misalnya pamali," ucapnya.
Menyampaikan pesan kebaikan melalui media kesenian, lanjut Tjakra, tentu memiliki ciri tersendiri. Selain merdu didengar dan ditonton, juga penuh makna dan tuntunan.
"Sebab dalam kesenian mengandung dua unsur penting secara filosofis, terpisah namun berkaitan, yaitu seni sebagai 'the holy massage' dan seni sebagai hiburan pertunjukan. Ada kalanya hal tersebut digabungkan, dan ada waktunya terpisahkan, seperti halnya dalam kehidupan manusia, kadang bersama, namun kadang berpisah, tapi yg terpenting rasa hati tetap bersatu. Inilah yg kita sebut 'ngamumule atau mupusti'," tandasnya.
Kegiatan ditutup dengan doa bersama untuk bangsa dan budaya, serta pemberian cinderamata dan foto bersama. [aga]
© Copyright 2024, All Rights Reserved