BARANGKALI catatan ini tidak begitu lengkap dan secara menyeluruh memotret semua aktivitas aparat kepolisian di semua sektor. Tetapi paling tidak menjadi bahan refleksi akhir tahun bagi kita semua agar lebih siap menghadapi tahun 2023.
Kita berharap akan hadirnya institusi kepolisian dengan aparaturnya yang humanis dan mengayomi masyarakat. Dengan demikian, ke depan kita akan memiliki polisi yang mencintai dan dicintai rakyat, ini adalah ikhtiar berkelanjutan yang harus terus diupayakan setiap saat.
Publik terus berharap dan merindukan polisi yang selalu hadir sebagai kekuatan sipil yang humanis. Tentu dengan banyak aparaturnya, sangat berpeluang ada anggota kepolisian yang bertindak di luar kewenangan sebagai polisi. Tapi prinsip kehati-hatian dan terus berpedoman pada ketenangan perundang-undangan dalam bertugas harus tetap menjadi motivasi agar semua berjalan sesuai koridor.
Tidak ada Pimpinan yang ingin melihat institusi yang dipimpinnya menjadi rusak akibat ulah beberapa oknum yang tak bertanggung jawab.
Saat peristiwa demi peristiwa negatif dilakukan oleh oknum anggota Polri, mulai dari kasus Duren Tiga, yang menyeret perwira-perwira terbaik Polri menjadi terdakwa perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir J atau obstruction of justice, seperti Brigjen Pol Hendra Kurniawan, eks Karopaminal Divpropam Polri, Kombes Pol Agus Nur Patria, AKBP Arif Rahman Arifin, Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, dan AKP Irfan Widyanto (lulusan Akpol 2010 penerima penghargaan Adhi Makayasa).
Belum tuntas tragedi Duren Tiga, berselang 1,5 bulan terjadi peristiwa memilukan masyarakat dunia, sebanyak 135 orang meninggal dunia dalam Tragedi Kanjuruhan. Tiga anggota polisi ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang sipil lainnya. Berangkat dari sekian masalah yang dihadapi institusi kepolisian Presiden Joko Widodo mengumpulkan ratusan pejabat tinggi Polri di Istana Merdeka, Jakarta, pada Jumat (14/10).
Presiden berpesan kepada seluruh jajaran Polri untuk memiliki kepekaan terhadap situasi krisis saat ini, menghindari gaya hidup hedonisme, dan kembali pulihkan kepercayaan publik. Menindaklanjuti pesan presiden, kapolri bertindak cepat dengan mengumumkan telah menahan Irjen Teddy Minahasa, eks Kapolda Sumatera Barat, yang sempat dimutasi menjadi Kapolda Jawa Timur, karena terkait peredaran gelap narkoba.
Pengumuman penting lainnya yang disampaikan adalah terkait penangkapan bos judi daring Apin BK di Malaysia, setelah sempat melarikan diri ke Singapura, kemudian menangkap tiga buronan judi daring lainnya di Kamboja. Tindakan terukur dan serius yang diambil Kapolri adalah ikhtiar serius agar polri segera keluar dari stigma negatif masyarakat.
Di tengah prahara yang menghantam Polri, Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengambil langkah-langkah strategis dan terukur dalam menyelesaikan segala permasalahan yang terjadi. Meski dinilai lambat, mantan Kabareskrim Polri itu menggunakan langkah bijaksana untuk menuntaskan kasus sambo dan beberapa kasus penting.
Meskipun belum ada putusan, penuntasan kasus Ferdy Sambo sampai ke meja pengadilan telah berdampak positif bagi institusi Polri. Kepercayaan publik kepada polisi berangsur naik. Hasil survei Charta Politika di bulan September tingkat kepercayaan publik terhadap Polri turun dratis dari tahun sebelumnya di angka 70 persen menjadi 54,50 persen. Tingkat kepercayaan ini pun meningkat menjadi 58,50 persen pada Oktober (survei Populi Center), dan Desember ini di angka 60,30 persen (survei Indopol).
Ada hal yang penting juga dievaluasi ke depan, adalah sistem penjenjangan karier di Polri amat mendesak untuk dibenahi. Jika Kapolri benar-benar ingin memperbaiki lembaganya menjadi penegak hukum yang profesional, modern, dan tepercaya, sistem mutasi dan promosi mutlak diperbaiki.
Pergantian perwira harus merujuk pada rapor mereka, yang meliputi rekam jejak pendidikan dan pelatihan, prestasi selama penugasan, kepatuhan kepada aturan hukum, serta perilaku bersih dari korupsi.
Tanpa penerapan meritokrasi yang sejati dalam sistem pengelolaan sumber daya manusia Polri, friksi internal, intrik, dan klik akan selalu mewarnai organisasi Korps Bhayangkara. Kondisi semacam itu jelas tak akan membantu polisi menjadi lembaga penegak hukum yang bersih dan disegani.
Pemisahan Polri dari struktur ABRI sebagai bagian dari proses reformasi harus disikapi secara arif sebagai tahapan untuk mewujudkan Polri sebagai abdi negara yang profesional dan dekat dengan masyarakat, menuju tata perubahan kehidupan bangsa serta mewujudkan masyarakat madani yang demokratis, aman, adil, dan sejahtera.
Di masa yang akan datang polisi sangat dipengaruhi oleh lingkungan strategis, tentunya tantangan yang dihadapi menjadi semakin kompleks. Itu sebabnya ketajaman dalam melihat perkembangan problem masyarakat yang kompleks harus betul-betul diidentifikasi secara dekat.
Persoalan Papua misalnya, OPM selalu membuat perbuatan melanggar hukum yang acap kali menuai desakan publik agar polisi secara serius memberantasnya, tapi di sisi yang lain Polri juga diperhadapkan dengan begitu banyak orang atau lembaga-lembaga internasional yang sering memberikan tuduhan pada polisi dengan sering melanggar HAM di Papua dan tuduhan yang lain.
Hal Ini menjadi catatan tersendiri agar aparat kepolisian yang ditugaskan ke tanah Papua mesti dibekali dengan pengetahuan yang cukup agar tindakannya terukur serta bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.
Polisi yang ditugaskan di tanah Papua atau dimanapun harus menghindari pola-pola tindakan crime control model, dan selaras dengan perkembangan nilai-nilai universal berbasis demokrasi dan HAM, sebagai bagian dari komunitas masyarakat global yang modern dan berbudaya tinggi.
Sensitivitas aparat polisi lebih diproyeksikan pada peningkatan kewaspadaan dan tanggapan segera melalui berbagai upaya antisipasi yang efektif dan proaktif. Keberhasilan reformasi Polri tidak hanya ditentukan oleh Polri, tetapi juga oleh peran serta masyarakat, terutama poik elite dalam mewujudkan Polri yang profesional, yang mampu menjawab tantangan masa depan, sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat.
Riset Christina Conkling (2019), menemukan bahwa ada semakin banyak waktu yang digunakan kaum milenial untuk menyimak informasi di media sosial dan aplikasi komunikasi berbasis gawai, semakin tinggi pula penolakan mereka terhadap penggunaan kekerasan oleh polisi. Mereka terpengaruh dengan informasi tentang polisi hari-hari ini berpotensi meninggalkan kesan yang tidak begitu positif di benak kaum milenial.
Sebagai koordinator Milenial Pecinta Polisi, kami berharap temuan ini haruslah menjadi proyeksi penting bagi institusi polisi agar melakukan langkah konkret. Di samping pembenahan internal, kami juga berharap milenial turut diajak terlibat dalam kegiatan sosial masyarakat yang dilakukan polisi di tengah-tengah masyarakat.
Minimal secara perlahan dapat mengubah mindset kaum milenial tentang laku dan tindak polisi yang tidak melulu menangani demonstrasi.
Kita semua berharap, semoga tahun 2023 yang akan datang Kepolisian RI hadir menjadi institusi yang lebih baik dan semakin dipercaya oleh rakyat.
Romadhon JASN
Koordinator Jaringan Aktivis Nusantara
© Copyright 2024, All Rights Reserved