SAYA tidak nyaleg tapi selama 6 bulan masa kampanya terlibat sosialisasi tatap muka langsung dengan masyarakat. Tidak hanya di wilayah Kabupaten Purwakarta melainkan juga di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Karawang.
Ada beberapa temuan penting pada masa kampanye yang sudah dilewati hampir selama 6 bulan.
Pertama, hanya sedikit wakil rakyat yang terpilih dan kembali ke dapilnya. Padahal mereka punya anggaran untuk reses.
Kedua, masyarakat tidak paham tugas dan fungsi legislatif termasuk fungsi partai politik dalam sistem demokrasi kita. Mereka juga tahu berapa gaji legislatif dan anggaran-anggaran apa yang diterima selama menjabat
Selama ini agenda kampanye tidak berisi pendidikan politik melainkan hal-hal lain yang tidak substantif bahkan cenderung pragmatis.
Ketiga, ketika kunjungan banyak masyarakat minta amplop, ada juga yang minta benerin jalan, bangun mushola, sampai bikin lapangan bola.
Dalam aturan semua itu termasuk kategori politik uang. Tapi faktanya masyarakat meminta. Ini terjadi karena selama ini masyarakat terus dibodohi.
Keempat, fakta kemiskinan, pengangguran sampai terlilit hutang bang emok memang ada.
Saya tanya seberapa jauh mereka menerima program seperti KIS, KIP atau PKH. Sebagian sudah menerima dan tepat sasaran sebagian lagi belum.
Saya tanya dana desa sebagian tahu, sebagian bahkan tidak tahu dana-dana itu digunakan untuk apa.
Kelima, lapangan kerja. Salah satu problem lapangan kerja adalah pungutan liar. Mereka harus menyiapkan sejumlah uang untuk bisa diterima bekerja di sebuah perusahaan. Oknum itu bisa berasal dari calo, ormas, LSM sampai karang taruna termasuk di internal perusahaan itu sendiri.
Atas hal di atas ada langkah-langkah yang hendaknya bisa dilakukan:
1. Kebijakan yang baik lahir dari permasalahan real di masyarakat. Bagaimana mereka membuat kebijakan kalo kembali ke dapilnya saja sangat jarang?
2. Transparansi. Semua stakeholder harus berani transparan. Apa yang dikerjakan, anggaran berapa, untuk apa. Ini era digital kalo masalah ranjang aja bisa viral di sosial media mengapa program dan anggaran yang notabene untuk publik tidak bisa.
3. Kita juga harus memastikan kembali Ormas, LSM, Karang Taruna menjalankan fungsi sebagaimana mestinya. Jangan jadi alat penekan untuk kepentingan pribadi atau sekelompok orang dan merugikan banyak pihak.
Saya kira disini juga perlu dibuat aturan agar ada pertanggungjawaban publik.
4. Kita harus ajak masyarakat menghindari bank emok dengan menyediakan sistem pinjaman lunak dan ramah pada masyarakat sehingga akses permodalan bisa terjangkau.
5. Memanfaatkan teknologi digital untuk membangun ceruk-ceruk ekonomi baru di daerah diluar sistem konvensional.
6. Pemberdayaan dari hulu ke hilir. Apa maksudnya? Selama ini banyak program pemberdayaan ekonomi misal setengah-setengah. Cuma diberi pelatihan, modal sudah dan berakhir gagal. Kita harus mempersiapkan sistem dari hulu ke hilir dimulai analisis sumberdaya, analisis pemasaran sampai teknis pengelolaan keuangan dan managemen organisasi.
7. Pengawasan program-program dan anggaran pemerintah disemua tingkatan.
8. Untuk melawan politik uang perlu sangsi sosial juga dan masyarakat yang sadar terlibat aktif. Jika perlu tangkap, ikat dan telanjangi. Kita harus mempermalukan mereka, karena mereka sudah tidak lagi punya rasa malu.
Catatan ini tentu tidak menggambarkan keseluruhan permasalahan, saya ambil poin-point pokoknya saja. Terimakasih buat masyarakat yang sudah menerima kami dengan baik. Semoga kita bisa terus bersilaturahmi dan menjalin persaudaraan.
Penulis adalah Ketua DPD Partai Solidaritas Indonesia Kabupaten Purwakarta
© Copyright 2024, All Rights Reserved