RMOLJabar. Guna mewujudkan Kabupaten Bandung Bersih Sampah 2020, dan sebagai peningkatan upaya konservasi sumber daya air, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung membuat program gerakan Sabilulungan Hiji Duwa (SAJIWA).
Gerakan yang digagas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) tersebut, merupakan keberlanjutan dari program-program lingkungan yang telah dicanangkan sebelumnya. Sabilulungan Tanam Pohon Kesayangan (SATAPOK) maupun pembuatan Lubang Cerdas Organik (LCO) atau Lubang Resapan Biopori (LRB), adalah program yang mendasari SAJIWA.
Melalui konsep 1 rumah membuat dua LCO/LRB dan 1 orang menanam 2 pohon, SAJIWA adalah program yang langsung menyentuh dan mengajak masyarakat untuk menjadi pahlawan bagi lingkungan. Bupati Bandung Dadang M. Naser mengatakan, permasalahan lingkungan tidak terlepas dari peradaban dan perilaku manusia. Oleh karena itu, solusi untuk menuntaskannya adalah manusia itu sendiri.
"Siapapun dan dari kalangan manapun, dapat ikut berperan dalam gerakan menyelamatkan lingkungan ini. Aparat pemerintah, TNI/Polri, pihak swasta, akademisi, tokoh masyarakat, tokoh agama, komunitas lingkungan, pemangku kepentingan serta seluruh individu warga masyarakat di manapun ia berada. Tidak perlu kekuatan super untuk menjadi pahlawan bagi lingkungan," ucap Bupati Bandung di Rumah Jabatannya di Soreang, Rabu (22/3).
Dadang Naser menyebut, sinergitas semua pihak dalam menyelamatkan lingkungan, juga tengah dibangun pemerintah pusat seperti Program Citarum Harum. Terlebih lagi dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum.
"Lahan kritis di wilayah hulu Sungai Citarum, maupun di Kawasan Bandung Utara (KBU), membuat masyarakat di hilir atau lereng gunung terdampak banjir dan longsor. Hutan rusak akan membuat rakyat sengsara, Leuweung Ruksak Rakyat Balangsak . Dengan Program Citarum Harum terbuka jalan, bagaimana kita berupaya merevitalisasi lahan di hulu Sungai Citarum maupun di KBU, sekaligus menyejahterakan rakyat baik di hulu maupun di hilir. Semua itu bermuara pada tujuan Leuweung Hejo Rakyat Ngejo," terang Dadang.
Upaya itu telah terdukung pula oleh Gerakan SATAPOK. Gerakan tersebut, kata dia, merupakan konsep bahwa pohon yang ditanam wajib hidup.
"Agar tetap hidup, pohon yang ditanam harus ada pemiliknya atau ada yang merawatnya. Jika ditanam di lahan yang jauh dari rumah, pemilik harus menitip uang sebesar Rp. 25.000 per tahun per pohon kepada pemeliharanya. Konsep SATAPOK ini mengarah pada konservasi lingkungan berbasis ibadah dan kesejahteraan," urai dia.
Tidak hanya permasalahan lahan kritis, ia menyebut sampah juga merupakan hasil dari perilaku manusia yang harus dikelola dengan benar. Hal itu sesuai dengan pasal 12 Undang Undang (UU) Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
"Dalam UU tersebut dinyatakan, bahwa setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan," ulas Dadang.
Pengelolaan sampah rumah tangga jenis organik cukup mudah, murah dan efektif, serta bisa dilakukan siapapun. Salah satunya yaitu dengan membuat LCO, yaitu lubang berdiameter 10 cm dengan kedalaman 80-100 sentimeter.
"Sampah rumah tangga jenis organik yang masuk ke dalam LCO, disinyalir akan mengurangi volume timbulan sampah organik yang mencapai 45 sampai 60%," urainya pula.
LCO dan LRB memiliki ukuran yang sama, namun dengan fungsi yang berbeda. LRB berfungsi sebagai upaya konservasi sumber daya air.
"LRB dapat mengendalikan banjir saat musim hujan, karena fungsi resapannya sangat besar. Selain itu juga berfungsi sebagai tabungan air, saat memasuki musim kemarau," tuturnya.
Dari lima program prioritas pembangunan, Dadang mengakui masalah lingkungan hidup cukup berat jika tidak ada kerjasama dan dukungan semua pihak.
"Saya berharap SATAPOK dan LCO/LRB yang sudah terintegrasi dengan SAJIWA ini, dapat menghilangkan ego sektoral. Tanpa memandang status atau kedudukan, maupun keinginan untuk unggul sendiri. Mari kita bahu membahu meningkatkan kualitas lingkungan dengan cara yang mudah. Semua orang pasti bisa melakukannya," pungkas Dadang.
Sementara itu Kepala DLH Kabupaten Bandung Asep Kusumah menyebutkan, gerakan SAJIWA didasari Instruksi Bupati Bandung nomor 2 tahun 2018 tentang Konservasi Sumber Daya Air dan Pengelolaan Sampah Organik melalui Pemanfaatan LCO. Di dalamnya mengatur, bahwa setiap rumah tangga minimal memiliki 2 LCO dan diatur pula, bahwa setiap warga Kabupaten Bandung bisa menanam minimal 2 pohon.
Asep menjelaskan, sejak Soft Launching pada 1 Agustus 2017, dan Grand Launching pada 27 Januari 2018, SATAPOK telah melibatkan banyak pihak. Pada kegiatan tersebut telah ditanam sebanyak 7.844 pohon pada lahan seluas total 18,8 hektar, yang tersebar di tiga kecamatan yaitu Kertasari, Pangalengan dan Banjaran.
Ketika berbicara mengenai masalah lingkungan atau sampah, pada umumnya masyarakat hampir merasa tidak berdaya. Padahal sebenarnya, menurut dia, ada hal-hal yang bisa dilakukan secara individu.
"Para pegiat lingkungan di Dayeuhkolot sudah mengkaji, LCO/LRB dapat mengendalikan banjir dikarenakan fungsi resapannya sangat besar. Ditambah lagi, jika 3,7 juta penduduk Kabupaten Bandung melakukan Gerakan SAJIWA, maka akan hadir 7 juta pohon dan 7 juta LCO/LRB," harapnya.
SAJIWA, lanjut Asep, mengajak masyarakat untuk meningkatkan kepedulian, keberdayaan, serta menumbuhkembangkan kemampuan dan ketanggapan, serta melakukan pengawasan sosial dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
"SAJIWA diharapkan dapat menjadi spirit dan aksi bersama, yang mudah dilakukan serta dapat melibatkan seluruh warga Kabupaten Bandung. Ini adalah asa yang sangat mungkin bisa terwujud," tutup Asep. Adv/RMOLJabar
© Copyright 2024, All Rights Reserved