KPI menilai Presiden Jokowi sangat “ngotot” untuk menaikkan harga BBM, dengan harga tinggi sekali mencapai lebih 30%. Kenaikan ini akan membuat semua harga akan terkatrol naik secara luar biasa.
Walaupun para analis ekonomi dan pengamat kebijakan publik sudah mewanti-wanti bahwa argumentasi pemerintah tentang angka subsidi Rp 502 triliun tersebut suatu kebohongan. Tidak sesuai dengan apa yang tercantum dan realisasi APBN.
Presiden Jokowi menjadi “si raja tega” dalam situasi ekonomi rakyat sedang dalam krisis karena di hantam pandemi Covid-19 selama dua tahun lebih.
Penambalan APBN yang “katanya bocor” diletakkan kepada pundak rakyat, yang sudah terbebani kemiskinan karena banyaknya terjadi PHK selama pandemi Covid-19. Banyak perusahaan/usaha UMKM tutup, dan gulung tikar. Adalah suatu kekeliruan dari pemerintah Jokowi.
Narasi pemerintah karena APBN “bocor” karena subsidi BBM terus meningkat, padahal data per Juli 2022 menunjukkan APBN masih surplus cukup besar, lebih dari Rp 100 triliun.
Begitu juga tentang argumentasi bahwa pengalihan melalui BLT rakyat miskin akan tertolong juga tidak benar. BLT bersifat sementara dan berjangka waktu (bagaikan memakan gula-gula). Sedangkan harga-harga akan tetap tinggi bisa-bisa akan menjadi permanen.
BLT hanya diperuntukkan bagi keluarga pra sejahtera yang datanya dari tahun-ketahun tidak berubah. BLT hanya berfungsi sebagai “suap” pemerintah kepada rakyat tak berdaya supaya tidak melakukan aksi.
Padahal akibat pandemi status ekonomi rakyat sudah banyak berubah. Karena semua asset sudah mereka jual. Bahkan ada yang sudah bergelimang utang/ pinjol untuk mempertahankan hidup tadinya keluarga ekonomi menengah menjadi miskin.
Tadinya keluarga dengan kategori miskin menjadi pra sejahtera. Dipastikan mereka yang berubah satus tersebut, tidak terdatakan sebagai penerima BLT.
Ketika usaha rakyat masih tertatih berusaha merangkak untuk kembali normal. Di siang bolong dihantam palu godam “kenekatan” Jokowi dengan menaikan harga BBM, tanpa peduli kondisi rakyat yang sudah menderita.
Termasuk para buruh, pegawai PNS/ASN, TNI/Polri golongan menengah bawah, dengan gaji tidak naik. Semua harga melambung naik tinggi sekali. Juga tidak termasuk mendapat gula-gula, sementara harga BBM sudak naik secara meroket.
Banyak pilihan kebijakan yang bisa diambil oleh rezim Jokowi agar rakyat tidak menderita. Kewajiban pemerintah yang sesuai butir Pancasila dan konstitusi UUD, untuk keadilan sosial dan menyejahterakan rakyat, bukan kebijakan mengorbankan dan memiskinkan rakyat.
Ke satu, melalui audit investigasi efisiensi dan efektivitas Pertamina meningkatkan keuntungan Pertamina, yang juga menjadi janji Jokowi pada masa kampanye. Namun yang terjadi Pertamina in efisiensi kalah jauh dengan Petronas.
Kedua, memilih menyetop proyek infrastuktur yang jor-joran dan banyak yang sudah merugi. Ketiga, menghentikan proyek menara gading seperti kereta cepat dan proyek Ibukota Negara baru yang membebani APBN. Namun ternyata Jokowi lebih suka memilih membuat rakyat Indonesia menderita.
Untuk hal tersebut KPI berpendapat, negara telah salah urus oleh Presiden Jokowi. Perlu dilakukan perubahan cepat melalui revolusi ekonomi dan politik agar Indonesia terhindar menjadi negara gagal (failure state).
Tito Roesbandi
Ketua Umum Komite Peduli Indonesia
© Copyright 2024, All Rights Reserved