Desak Pemkot Lunasi Utang BPJS PBI, Fraksi PPP Cirebon Walk Out saat Sidang

Ketua DPC Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kota Cirebon, Doddy Ariyanto/Ist
Ketua DPC Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kota Cirebon, Doddy Ariyanto/Ist

Aksi walk out dilakukan Fraksi PPP DPRD Kota Cirebon saat sidang paripurna pembahasan APBD Perubahan di Gedung DPRD Kota Cirebon, Jumat (29/9). Fraksi PPP mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon segera menyelesaikan utang BPJS PBI selama 5 bulan di 2023.


Ketua DPD PPP Kota Cirebon, Doddy Ariyanto mengaku akan memperjuangkan nasib 7.000 lebih warga penerima BPJS PBI, agar mendapat fasilitas kesehatan yang layak.

"Kami di PPP ini memperjuangkan nasib BPJS PBI yang jumlahnya di atas 7000an. Kondisi ini yang membuat PPP membuka ruang bargaining. Dan mendorong Pemerintah Kota, membayar tungakan  terlebih dahulu, sebelum melanjutkan pembahasan kesepakatan KUA PPAS 2024, di lanjut dengan tanggapan PPP pada APBD perubahan dan penetapan APBD perubahan 2023," ucapnya.

Menurut Doddy, setiap bulan Pemkot Cirebon harus membayar Rp2,4 miliar sesuai dengan hasil APBD 2023, pada saat pembahasan di 2022.

"Seharusnya Pemkot Cirebon membayar Rp2,4 miiliar ke BPJS, ini tidak bisa dianggap gampang, karena BPJS merupakan jaminan satu-satunya dari pemerintah yang berlaku untuk masyarakat tidak mampu terkait kesehatan," ungkapnya.

Doddy menambahkan masyarakat membutuhkan fasilitas kesehatan setiap hari. Sehingga, tidak bisa disamakan dengan program lainnya, seperti PKH, Rutilahu yang memang ada waktunya.

"Kalau kesehatan tiap hari bisa di gunakan, itu melekat kepada masyarakat khususnya masyarakat kurang mampu, kami melihat bahwa memang secara kasus tidak terekspos. Tapi ada perlakukan ke masayarakat yang terkonfirmasi preminya tidak bisa di gunakan. Apalagi masyarakat tidak tahu, tidak aktif nya kenapa. Akhirnya, bisa menyebakan pelayanan kesehayan tidak maksimal," tuturnya.

Dalam kurun waktu 2020 sampai 2021, belum pernah ada riwayat tunggakan panjang. Namun, saat ini sudah memasuki bulan September tunggakan belum terbayarkan dan potensi tertunggak semakin nyata.

"Kami khawatir, sebentar lagi masuk Oktober mendekati akhir tahun. Dengan kondisi keuangan pemerintah yang sedang tidak sehat, tungakan ini akan lewat tahun. Ini akan menambah beban keuangan daerah," paparnya.

Hal ini, lanjut dr Doddy sangat berdampak kepada masyarakat yang tidak akan memiliki hak kesehatan yang dijamin pemerintah. Terlebih bila dikaitkan dengan urusan kesehatan berjenjang atau lebih tinggi. Pelayanan kesehatan dengan Rumah Sakit (RS) akan berdampak dengan pola RS, karena RS tidak bisa mengklaim, karena status BPJS tidak aktif.

"Nantinya kesehatan masyarakat tidak bisa di cover oleh BPJS. Kalau ada kejadian luar biasa. Contoh menjelang musim hujan potensi demam berdarah meningkat, yang akhirnya menjadi masif dan banyak masyarakat harus di rawat, ini akan menyulitkan maayarakat khsusnya pelayanan kesehatan di RS, ini kan tidak bisa pakai," ujarnya.

Nyatanya kata dr Doddy, kondisi keuangan daerah tidak sehat. Tapi itu tidak bisa menjadi sesuatu alasan yang bisa diterima. Karena, masih bisa diupayakan untuk membayarkan Rp2,4M setiap bulannya. 

"Saat ini volumenya menjadi besar karena tungakan akhirnya terasa berat sudah mendapai Rp14,5 miliar. Sikap PPP jelas saat pembahas KUA-PPAS APBD Perubahan  ini kami menolak sebelum tungakan BPJS selesai kami tidak hadir pada Paripurna," pungkasnya.