Kudeta atau menggulingkan pemerintahan sah umumnya dilakukan oleh kekuatan yang memiliki persenjataan, seperti di Thailand dan Mesir jika dalam perspektif militer. Sementara pemakzulan bisa dilakukan lewat jalur konsititusi.
- Senator Daerah Diminta Awasi Penyaluran CSR Agar Tepat Sasaran
- Mahasiswa Turun Ke Jalan, Pemerintah Dinilai Gagal Edukasi Publik
- Gabung Barisan Ryano Panjaitan, KNPI Jabar Tinggalkan Haris Pertama
Baca Juga
Begitu dikatakan Peneliti Insititut Riset Indonesia (Insis) Dian Permata seperti dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (7/6).
Dalam konstitusi, kata Dian, pemakzulan bisa dilakukan jika pemerintah kehilangan kepercayaan dari rakyat. Termasuk kesabaran masyarakat terhadap rezim tertentu dalam mengelola tata negara.
"Bisa politik, ekonomi, hukum, dan lainnya. Ini tidak diharamkan. Jika (pemaksulan) diharamkan, maka klausul tersebut harus dicabut," ucap Dian.
Namun, pemakzulan sangat berat dilakukan lantaran membutuhkan jalan yang panjang dan berliku. Termasuk butuh banyak kesabaran, ketelatenan mencari celah, dan kompromi politik.
"Itu harus melalui kompromi, deal-deal politik, hingga lobby-lobby politik di jalur parlemen," beber Dian.
Sehingga, sambung Dian, kudeta terhadap pemerintahan Jokowi sulit dilakukan, apalagi dilakukan di tengah pandemik Covid-19 ini.
Ini mengingat kehadiran anggota DPR dalam sidang-sidang yang masih minim, adanya aturan jarak physical distancing di ruang parlemen, dan persoalan lain yang membuat mereka sulit untuk bertemu.
"Meskipun untuk membahas tersebut dapat difasilitasi menggunakan teknologi, namun tetap saja mereka harus tatap muka," pungkas Dian.
- OKI Ancam Adukan Konflik Israel-Palestina Ke Majelis Umum PBB
- Nur Hadi Bantah Ada Bacaleg Demokrat Karawang Diamuk Massa Karena Penipuan
- Prof Azyumardi Azra Minta Pers Tidak Bersikap Partisan Di Pemilu 2024