Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Barat tentang Peresmian Pemberhentian Antarwaktu (PAW) Anggota DPRD Kota Depok, Afrizal A. Lana, dipersoalkan. Sebab dalam surat bernomor 171.3/Kep.381-Pemotda/2022 yang keluar pada 25 Juli 2022, disebut terdapat kekeliruan.
Kekeliruan yang dimaksud karena SK Gubernur Jabar mengacu Surat Ketua DPRD Kota Depok Nomor 426/246-DPRD Perihal Arahan Pelaksanaan PAW Anggota DPRD Kota Depok, Afrizal A. Lana tertanggal 03 Juni 2022.
Sementara DPRD Kota Depok dalam mengeluarkan surat tersebut sebagai dasar hukum pemberhentian Afrizal A. Lana berpatokan kepada turunnya kasasi, yaitu Keputusan Mahkamah Agung Nomor 768K/pdt.sus-parpol/2021 tanggal 29 Juni 2021.
"Kenapa saya bilang ini salah (keliru) diambil sebagai dasar hukum, karena saya masih berproses di pengadilan dalam sengketa saya dengan DPP Partai Gerindra," ujar Afrizal ditemui di kawasan Setiabudi, Kota Bandung, Senin (22/8).
Lebih lanjut, Afrizal menerangkan, sebelumnya surat DPRD Kota Depok tersebut juga telah dibantah Pemprov Jabar melalui Sekretaris Daerah Setiawan Wangsaatmaja yang mengeluarkan surat bernomor 7728/KPG.19.03/Pem Otda tanggal 8 Desember 2021.
"Jadi, nomor kasasi Mahkamah Agung tadi dibantah langsung oleh Sekda bahwa itu tidak boleh diambil sebagai keputusan dengan dasar saya masih melakukan upaya hukum," terangnya.
Namun setelah itu, gubernur menerima surat dari Wali Kota Depok bernomor 170/290-Pemks tanggal 12 Juni 2022 yang juga mengacu kepada Keputusan Mahkamah Agung Nomor 768K/pdt.sus-parpol/2021 sebagai dasar hukum PAW karena dianggap sudah inkrah.
Akibat surat yang dilayangkan Wali Kota Depok tersebut, imbuh Afrizal, kemudian keluar SK Gubernur 171.3/Kep.381-Pemotda/2022 tentang Peresmian PAW terhadap dirinya yang dikeluarkan pada 25 Juli 2022.
"Saya heran, dengan pengajuan hal yang sama, kenapa sekarang SK Gubernur turun. Padahal dari tahun 2021 dicoba oleh DPP Partai Gerindra dengan DPRD Kota Depok, itu ditolak oleh provinsi dengan alasan saya masih berproses," kata Afrizal.
Di samping itu, Afrizal juga menyoroti tentang format penulisan surat dari DPRD ke Wali Kota Depok yang dianggap banyak kesalahan. Bahkan, DPRD dan Wali Kota Depok mengklaim telah mendapat rekomendasi dari KPU setempat dalam mengeluarkan surat tersebut.
Padahal menurut Afrizal, KPU telah mengetahui dirinya sedang melakukan upaya hukum dalam sengketa dengan DPP Partai Gerindra. Sehingga KPU belum mengeluarkan keputusan tetap terhadap pihak yang berproses hukum.
"Di sini juga dalam penyertaan yang dilakukan DPRD Kota Depok dan Wali Kota Depok ke gubernur menyertakan surat dari KPU. Boleh dikatakan ini ada pemalsuan data atau pengaburan data," tuturnya.
Karenanya, Afrizal mengancam akan membawa persoalan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) apabila Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil tidak menarik SK tersebut. Sebab hingga saat ini, dirinya masih berproses hukum.
"Jika terjadi PAW, artinya SK Gubernur menyalahi undang-undang. Di sini yang bisa dikenakan PTUN adalah DPRD Kota Depok karena asal usul suratnya dari mereka, Wali Kota Depok dan Gubernur dengan provinsi karena kurang teliti," ujarnya.
Di tempat sama, Wakil Ketua DPC Partai Gerindra Kota Depok, Sukma Indra mengungkapkan, sengketa antara Afrizal A. Lana dengan Partai Gerindra bermula pada Pileg 2019. Saat itu, suara Afrizal mengalahkan Rienova Serry Donie yang notabene adalah petahana dan Ketua PAC Partai Gerindra Tapos.
Tak terima dengan hasil tersebut, Rienova kemudian menggugat KPU setempat dengan tudingan adanya kecurangan. Namun, Bawaslu setempat menyatakan tidak ada kecurangan seperti yang ditudingkan.
"Artinya kecurangan dan lainnya segala macam itu tidak ada, sehingga ada keputusan Bawaslu bahwa apa yang dijalankan KPU sudah benar," ungkap Sukma.
Merasa belum puas dengan keputusan Bawaslu, Rienova lalu melaporkan Afrizal A. Lana ke DPP Partai Gerindra. Akhirnya, DPP memanggil Afrizal A. Lana hingga harus menjalani sidang di Majelis Kehormatan Partai (MKP).
Ketika menjalani sidang MKP, terang Sukma, putusan Bawaslu dan ketetapan KPU tidak menjadi pertimbangan DPP. Namun ketika hal tersebut dibuka, sidang justru diskorsing sekitar setengah jam, hingga terjadilah negosiasi pembagian jabatan.
"Ditawarkan ke kita pembagian jabatan masing-masing 2,5 tahun atau tiga tahun di kita, dua tahun di dia (Rienova)," bebernya.
Karena merasa tidak melakukan kecurangan seperti yang dituduhkan, Afrizal A. Lana pun lantas menolak tawaran tersebut. Hasilnya, DPP mengeluarkan surat pemecatan tertanggal 27 Februari 2020.
"Ketika kita tolak, dianggap partai mungkin kita melanggar AD/ART, sehingga terjadilah pemecatan. Itu pun surat pemecatan terjadi tanpa ada konfirmasi ke kita," kata dia.
"Pemanggilan itu gak ada, tiba-tiba di bulan April 2020 kita terima surat tersebut dari MKP, sehingga dengan waktu singkat kita langsung melakukan gugatan ke PN Jakarta Selatan," ungkapnya.
Kendati demikian, Sukma memastikan pihaknya tidak mempersoalkan adanya PAW antara Afrizal A. Lana dengan Rienova Serey Donie. Namun, dia meminta semua pihak menghormati proses hukum yang tengah berlangsung.
"Kecuali kita sudah resmi menerima surat putusan pengadilan dan kita sudah tidak bisa menggugat ke pengadilan, tapi kan kita belum terima putusan secara inkrah dan tetap dari yang berwenang," tandasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved