Untuk keperluan Pemilu 2024 di wilayah Kabupaten Purwakarta, Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPP PDIP) mengalokasikan dana sekitar Rp 2,6 miliar ke DPC PDIP Kabupaten Purwakarta.
Dana tersebut digelontorkan untuk operasional dan honorarium para saksi partai yang tersebar pada 2.693 TPS di wilayah tersebut. Dengan alokasi anggaran Rp 1 juta setiap TPS. Namun pada prakteknya, distribusi anggaran tersebut hanya direalisasikan sekitar Rp 600 ribu per TPS. Sisanya, diduga digelapkan oleh pimpinan partai berlambang kepala banteng tersebut.
Hal itu diketahui dari surat mosi tidak percaya dan permohonan evaluasi Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Purwakarta yang ditujukan ke DPP PDIP dan DPD PDIP Jawa Barat. Surat bernomor: 001/PAC-PDIP-Purwakarta/III/2024 yang salinannya diterima awak media pada Jumat, 15 Maret 2024 itu ditandatangani oleh 12 PAC PDIP di wilayah tersebut.
Keduabelas PAC yang menandatangani surat tersebut, diantaranya adalah PAC PDIP Kecamatan Cibatu, Pasawahan, Wanayasa, Kiarapedes, Bojong, Plered, Maniis, Tegalwaru, Sukasari, Pondoksalam dan Kecamatan Darangdan. Sementara, pimpinan partai pada lima kecamatan lainnya yaitu, PAC Purwakarta Kota, Campaka, Babakan Cikao, Bungursari dan Jatiluhur, tidak membubuhkan tandatangan.
Dalam mosi itu juga ditulis, bahwa yang mengajukan mosi tidak percaya dan permintaan evaluasi Ketua DPC PDIP Purwakarta ada 12 PAC, yang masih memiliki kepedulian kepada PDIP khususnya di Kabupaten Purwakarta. Dengan berbagai dasar dan pertimbangan.
Kenapa perlu dilakukan evaluasi terhadap pimpinan PDIP di Purwakarta. Pertama soal pengelolaan dana Pileg dan Pilpres 2024 yang realisasinya ditenggarai tidak sesuai dengan apa yang dialokasikan oleh DPP PDIP.
Berdasarkan informasi yang diterima para pimpinan PAC, bahwa honor dan operasional saksi untuk Pileg dan Pilpres 2024 dari DPP adalah sebesar satu juta rupiah per TPS. Adapun yang kami terima saat pelaksanaan hari pencoblosan 14 Februari 2024 lalu hanya sebesar Rp 600 ribu per TPS untuk dua orang saksi. Itu artinya ada Rp 400 ribu per TPS yang tidak jelas peruntukannya. Jika dikalikan 2.693 TPS jumlahnya sekitar satu miliar lebih, yang hingga saat ini tak jelas pertanggungjawabannya.
Ditulis juga, jikapun dana tersebut digunakan untuk saksi-saksi ditingkat desa hingga tingkat kabupaten serta honorarium para admin di kamar hitung DPC. Selisih antara anggaran yang diberikan oleh DPP dengan dana yang memang dibagikan masih cukup besar.
Poin berikutnya dalam surat mosi tidak percaya itu juga ditulis, bahwa Ketua DPC PDIP Kabupaten Purwakarta sudah mengeluarkan surat rekomendasi kepada saudara Budi Hermawan (Presiden RBH) untuk menjadi calon kepala daerah yang akan diusung PDIP pada Pilkada Purwakarta 2024 mendatang.
Masih menurut belasan PAC dalam surat tersebut, manuver atau langkah Ketua DPC PDIP Purwakarta itu dianggap telah melanggar beberapa ketentuan dan aturan partai. Pasalnya, DPP PDIP hingga saat naskah ini ditulis belum menginstruksikan melalui surat resmi untuk dimulainya proses penjaringan calon kepala daerah.
Keputusan dari Ketua DPC PDIP itu juga dibuat sepihak tanpa menggunakan mekanisme rapat dan musyawarah sesuai AD-ART. Surat rekomendasi tersebut dianggap telah melanggar AD-ART pasal 69 mengenai rapat DPC partai dan pasal 70 mengenai Rakecab.
Hal lainnya juga ditulis dalam surat tersebut, yaitu soal iuran anggota fraksi DPRD Kabupaten Purwakarta yang dikumpulkan atau disetorkan tidak kepada Bendahara DPC tapi diserahkan kepada Wakil Sekertaris Bidang Internal yang secara tupoksi bukan merupakan orang yang berwenang mengelola keuangan partai.
Bahkan, anggota DPRD Purwakarta dilantik pada tahun 2019 lalu, tidak pernah ada transparansi keuangan melalui mekanisme rapat kerja partai sebagai wadah pertanggungjawaban keuangan partai yang jelas. Padahal, soal itu ditegaskan pada pasal 89 AD-ART partai, yang raker-nya wajib dilakukan setiap tahun.
Kemudian, ditulis juga bahwa selama periode kepengurusan DPC PDIP Purwakarta 2019-2024, biaya operasional (BOP) untuk PAC baru tiga kali diberikan. Adapun jika alasan dari tidak adanya anggaran BOP untuk PAC dikarenakan tidak tersedianya dana di kas DPC. Para pimpinan PAC sampai saat ini belum pernah melihat evaluasi keuangan sesuai pasal 87 ayat 2 di AD-ART partai maupun notulensi rapat kerja tahunan sesuai pasal 89 AD-ART partai.
Masih ditulis di surat mosi tidak percaya tersebut. Berdasarkan bukti yang sudah dimiliki pihak DPD PDIP Jawa Barat, Ketua DPC PDIP Purwakarta dianggap telah gagal mendistribusikan dan memasangkan alat peraga kampanye calon presiden Ganjar-Mahfud dimana banyak sekali baliho, spanduk dan APK lain yang tidak didistribusikan kepada para pengurus di daerah sehingga berdampak pada kurang optimalnya sosialisasi di daerah.
Bahkan, baliho yang didistribusikan tanpa disertai biaya pemasangan, padahal, kami mendapat informasi bahwa ada biaya pemasangan setiap baliho pasangan capres-cawapres Ganjar-Mahfud.
Di sisi lain, berdasarkan keterangan dari pimpinan PAC Plered, Maniis, dan Darangdan bahwa sampai saat ini para pengurus ranting di tiga kecamatan tersebut masih belum menerima SK Ranting. Sedangkan data para pengurus ranting sudah berkali kali diserahkan kepada pihak kesekretariatan maupun Wakil Sekretaris Bidang Internal.
Lagi-lagi, dalam surat tersebut ditulis bahwa hal itu jelas melanggar peraturan partai nomor 09 tahun 2019 mengenai konsolidasi PDIP melalui pembentukan pengurus anak ranting, pengurus ranting dan PAC.
Menutup mosi tersebut, para pimpinan PAC juga menulis bahwa surat tersebut dibuat dengan keadaan sadar dan tanpa tekanan dari pihak manapun. Mereka berharap perjuangan untuk membenahi PDIP khususnya di Kabupaten Purwakarta mendapat dukungan dan restu dari Tuhan YME.
Sementara, soal mosi tidak percaya dan permintaan evaluasi terhadap kepemimpinannya, Ketua DPC PDIP Kabupaten Purwakarta, Sutisna saat dikonfimasi menjawab, "Tidak ada yang perlu ditanggapi," ujarnya melalui pesan singkat, Jumat (15/3).
© Copyright 2024, All Rights Reserved