Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Barat menyarakan serikat buruh untuk menempuh judicial review jika keberatan terhadap sejumlah poin di UU Cipta Kerja.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar, Taufik Garsadi menilai, hal itu akan lebih baik jika disandingkan mogok kerja maupun unjuk rasa yang memiliki resiko lebih besar.
"Konsolidasi saja, ajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi, sekarang kalau unjuk rasa izinnya tidak dikeluarkan oleh polisi, dan Undang-Undang sudah ditetapkan oleh DPR," ucap Taufiq, Selasa (6/10).
Taufiq menyebut, di Jabar ada serikat buruh yang mengajak mogok kerja dan unjuk rasa, ada yang menolak tidak ikut.
"Kami bersama Disnaker di daerah menghimbau jangan mogok dan unjuk rasa karena resikonya besar," ujarnya.
Ia mengatakan, alasan pihaknya menghimbau buruh untuk menolak unjuk rasa dan mogok. Pertama, apakah para buruh sudah mengetahui secara detil isi UU Cipta Kerja.
Menurutnya, ada narasi yang hadir di kalangan awam bahwa UU Cipta Kerja merugikan para pekerja patut tidak boleh ditelan bulat-bulat.
"Kata Ibu Menaker, sebetulnya tuntuntan buruh sudah masuk diakomodir ke UU, walaupun kita belum menerima secara resmi. Poin seperti misalnya outsourcing dihilangkan itu kan tidak ada," ungkapnya.
Kedua, aksi unjuk rasa menurutnya dikhawatirkan rentan menjadi klaster penyebaran Covid-19. Ia menilai, resiko ini berbahaya karena jika terjadi siapa pihak yang akan bertanggung jawab.
"Ketiga resiko pemecatan dari perusahaan, itu bisa jadi masalah. Kasihan masyarakat, mereka yang bukan pekerja bakal terkena dampak," imbuhnya.
Dirinya memastikan, pemerintah provinsi tidak bisa berbuat banyak menerima keluhan dan tuntutan dari buruh mengingat UU sudah disahkan oleh DPR bersama pemerintah.
"Kita tidak punya kewenangan, gubernur saja tidak mungkin menolak Undang-Undang, jadi saran judicial review menurut kami bentuk win-win solution," tandasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved