Dugaan Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) dalam proses rekrutmen badan adhoc Komisi Pemilihan Umum (KPU) di tingkat kecamatan dan desa di Kabupaten Pangandaran dinilai bakal berimplikasi terhadap partisipasi dalam pesta demokrasi.
Diketahui, tingkat partisipasi pemilih dalam pelaksanaan Pemilu 2019 di Kabupaten Pangandaran di angka 82,36 persen. Sementara dalam Pilkada 2020 di angka 83,88 persen.
Namun, kegaduhan terkait dugaan KKN yang terjadi dalam proses rekrutmen badan adhoc Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) dinilai bakal berimplikasi terhadap partisipasi pemilih.
Wakil Rektor III Universitas Galuh Ciamis Aan Anwar Sihabudin menjelaskan, implikasi terjadi karena ada riak masa yang mulai tidak percaya terhadap penyelenggara Pemilu.
"Dugaan KKN dalam rekrutmen badan adhoc tidak menutup kemungkinan ini bakal menyulut amarah massa, mau gimana KPU kalau sudah terjadi begitu," ucap Aan kepada Kantor Berita RMOLJabar melalui saluran telpon, Selasa (7/2).
Pelaksanaan Pemilu, kata Aan, harus benar sejak awal tahapan. Hal ini, tambah ia, bukan malah menimbulkan pertanyaan dan kegaduhan di masyarakat.
"Jangan malah nanti berefek sama gerakan Golput, bisa apa nanti KPU kalau sudah terjadi. Bisa enggak tuh bertahan di angka partisipasi Masyarakat 83 persen," tegasnya.
Kehawatiran ini, tutur Aan, bukan karena like dan dislike terhadap KPU dalam tahapan Pemilu. Namun, tukas ia, hal tersebut merupakan kasih sayang terhadap daerah karena Fisip Universitas Galuh sudah merasa memiliki Pangandaran sejak awal pemekaran.
"Politik memang ranah kepentingan, tapi KPU harus independen, jangan sampai harus mengakomodir salahsatu kepentingan saja," tandasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved