Adanya usulan Raperda tentang Kawasan Tanpa Rokok menjadi konsen serius bagi Fraksi Gerindra Bintang DPRD Kabupaten Kuningan. Bahkan Fraksi Gerindra mendesak, agar raperda ini dikaji lebih serius dengan memperhatikan regulasi di atasnya. Jangan sampai, perda tersebut hanya sebatas imbauan semata setelah resmi disahkan.
"Sebab kita lihat, setelah banyak disahkan Perda Kawasan Tanpa Rokok di berbagai daerah, justru perda itu hanya terlihat himbauan semata," kata Juru Bicara Fraksi Gerindra Bintang DPRD Kuningan, Deki Zaenal Mutaqin kepada Kantor Berita RMOLJabar, Rabu (7/10).
Dia menyebut, perda soal Kawasan Tanpa Rokok tentu akan ramai ketika diterbitkan. Sebab tentunya akan lebih disorot oleh media yang cenderung anti rokok.
"Namun yang disorot hanya ketika wacana penerbitan Perda Kawasan Tanpa Rokok, sebab dianggap langkah yang maju dalam embel-embel citra kesehatan. Lalu ketika disahkan, media kembali menyoroti sebagai daerah yang sudah bergabung dengan daerah lain yang memiliki Perda Kawasan Tanpa Rokok," ujarnya.
Setelah ditelisik lebih dalam, Deki menegaskan, ternyata tidak ada satu pun hal substansial dari proses penerapan Kawasan Tanpa Rokok tersebut. Misalnya, semua hanya disorot ketika wacananya muncul dan ketika sudah disahkan.
"Kita tentu tak ingin hal tersebut terjadi di daerah kita. Beberapa hal substansial sebenarnya terletak pada pertanyaan-pertanyaan mendasar, seperti sudah sesuaikan perda ini dengan hukum perundang-undangan terbaru yang ada diatasnya, sudahkan perda ini mengakomodir hak perokok maupun bukan perokok dan bagaimana partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan perda tersebut," tegasnya.
Dia juga mempertanyakan, kaitan dengan naskah akademik perda tersebut. Sudahkah melalui tahap kajian secara serius dalam proses penggodokan Perda Kawasan Tanpa Rokok.
"Poin-poin pertanyaan substansial ini tentu perlu dijawab terlebih dahulu, sebelum memulai maupun ketika proses legislasi Perda Kawasan Tanpa Rokok," kata Deki.
Jika dilihat dari sisi ketentuan hukum perundang-undangan, landasan hukum dari Perda Kawasan Tanpa Rokok ini diawali dari keluarnya PP nomor 81 tahun 1999 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan.
Kemudian muncul kembali pada PP nomor 19 tahun 2003, serta PP nomor 109 tahun 2012 yang mewajibkan pemerintah daerah untuk menetapkan Kawasan Tanpa Rokok.
"Beberapa pasal memang sudah diadopsi dalam Perda Kawasan Tanpa Rokok, namun beberapa pasal lain diciptakan sendiri-sendiri oleh pemerintah daerah masing-masing. Beberapa pasal kontroversial antara lain adanya sanksi pidana dan denda, yang cenderung berlebihan seakan-akan merokok adalah aktivitas kriminal," tandasnya.
Penerapan sanksi yang diciptakan dalam Perda Kawasan Tanpa Rokok, kata Deki, tentu harus sesuai dengan perudang-undangan diatasnya. Jika memang persoalan penerapan sanksi tidak diatur oleh undang-undang diatasnya, bukan berarti Perda Kawasan Tanpa Rokok bisa bebas menentukan sanksi berupa pidana dan denda kepada perokok.
"Sebab merokok pada dasarnya adalah aktivitas legal dan jika ada kasus merokok di Kawasan Tanpa Rokok, maka sanksinya tentu bukan untuk pidana kriminal. Intinya, harapan kedepan dengan terbitnya perda ini maka orang akan semakin sadar bahwa kesehatan itu sangat penting. Sehingga pada akhirnya, masyarakat tidak merokok sebagai gaya hidup sehat demi tingkat kesehatan yang lebih berkualitas," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved