Geruduk Bale Kota Tasikmalaya, Buruh Soroti Ketidaksesuaian Upah dengan Harga Kebutuhan Pokok

Puluhan buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Migas-Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (SBM-KASBI) berunjuk rasa di Bale Kota Tasikmalaya, Rabu (1/5). Massa mengibarkan bendera dan menggeber kendaraan roda dua sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah terkait kesejahteraan buruh di Tasikmalaya.

Ketua SBM-KASBI Kota Tasikmalaya, Gandung Cahyono menyatakan, tujuan buruh adalah untuk memperingati 1 Mei sebagai perlawanan dari kaum pekerja seluruh dunia. Aksi juga sebagai tanggapan terhadap dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

"Harus diingat, belakangan ini negara tidak menunjukkan niat atau tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, terbukti dari kebijakan yang tidak menguntungkan. Terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja dan dominasi rezim yang menindas kembali menekan, menipu, dan merendahkan buruh. Di tengah kenaikan harga pokok, bansos dihentikan, sementara upah sulit naik," ujar dia.

Aksi tersebut juga sebagai respons terhadap dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2023 tentang Pengupahan, yang menjadi sorotan utama dalam unjuk rasa tersebut.

"Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2023 yang menjadi acuan dalam menentukan upah tidak seimbang dengan kenaikan harga kebutuhan yang terus melonjak," terang dia.

Gandung Cahyono menjelaskan salah satu permasalahan utama yang diangkat dalam aksi tersebut adalah ketidaksesuaian antara kenaikan upah tahunan dengan kenaikan harga kebutuhan sehari-hari.

"Kami akan terus melakukan perlawanan terhadap kebijakan yang hanya menguntungkan kaum elite," tambahnya.

Lebih lanjut, Gandung Cahyono menuturkan, buruh tidak bisa lagi bertahan dengan standar pengupahan yang tidak memadai, dan pemerintah harus merekomendasikan kenaikan upah layak untuk tahun 2024.

"Pemkot kita masih berpihak kepada siapa? Faktanya tidak, contohnya kantor dinas seperti WC umum terminal, pelayan kami dianggap tidak serius dalam menyelesaikan kasus perburuhan," tutup Gandung Cahyono.