Kabel Listrik Bawah Laut Australia-Singapura Lintasi Perairan Indonesia, PB HMI Meradang !

Arven Marta/Net
Arven Marta/Net

Pemerintah tidak boleh gegabah mengijinkan rencana pembangunan kabel listrik bawah laut dari Australia ke Singapura yang melintasi perairan Indonesia. Pasalnya, keberadaan kabel bawah laut milik Australia-ASEAN Power Link (AAPowerLink) itu mengancam kedaulatan bangsa dan negara, serta berpotensi merusak ekosistem bawah laut.


Demikian disampiakan Ketua Bidang Pertahanan dan Keamanan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), Arven Marta, kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (14/9).

"Kami mengecam rencana pembangunan kabel bawah laut ini. Sebab, kami melihat tidak ada urgensi atau kepentingan mendesak yang mengharuskan kita mendukung program ini,"tegasnya.

Selain itu Arven pun tak melihat ada dampak ekonomi yang signifikan bagi rakyat Indonesia atas dari proyek tersebut. Alih-alih keuntungan ekonomi, ia mengkhawatirkan proyek kabel bawah laut itu justru bisa menimbulkan banyak kerugian.

Sebab, proyek pembangkit listrik bawah laut ini akan mengaliri listrik di Singapura. Hanya 'numpang lewat' saja melalui kabel melintasi perairan Indonesia. Ini yang menurut Arven menjadi berbahaya.

"Kabel listrik sepanjang 4.500 km akan diletakan mulai dari perbatasan ZEE Indonesia-Australia di laut Timor melewati Samudra Hindia, Selat Lombok, Laut Bali, Laut Jawa, Selat Gaspar, Laut Natuna, Selat Riau, sampai ke batas Indonesia Singapura," urai Arven.

Lanjut Arven, sudah sepatutnya bangsa Indonesia khawatir proyek ini nantinya akan membuat ekosistem bawah laut menjadi buruk, seperti terumbu karang dan sebagainya. Selain itu, tentunya kekhawatiran yang paling besar adalah indikasi upaya spionase teritorial Indonesia.

"Nah, bisa saja nanti setelah kabel listrik itu ditaruh di bawah laut akan membuat negara kita bisa terus dipantau oleh mereka, apalagi jika ditambah potensi kerusakan ekosistem bawah laut," jelasnya.

Untuk itu, PB HMI menilai perlu untuk memberi warning kepada Presiden dan menteri terkait, yaitu Menteri Koordinator Investasi dan Maritim, Menteri Pertahanan serta Menteri Kelautan dan Perikanan, untuk melakukan kajian yang komprehensif tentang dampak yang akan ditimbulkan dari proyek ini.

"Jika memang ternyata lebih banyak mudharat dibanding manfaat, tentu proyek ini wajib dibatalkan. Negara kita harus terus berdaulat," tegas Arven.

Sebagai agent of social control. dalam waktu dekat PB HMI melalui bidang Pertahanan keamanan akan membuat diskusi secara komprensif dan akan dipublikasikan ke semua stakeholder agar semua pihak mengetahui ancaman dari kabel bawah laut ini.

Karena, berdasarkan UU no 3 tahun 2002 pasal 9 ayat 1, :Setiap Warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara".

"Jangan sampai negara kita tidak berdaulat karena sangat mudah dimata-matai oleh asing," pungkas Arven.

Proyek kabel listrik ini dilaksanakan oleh PT Sun Cable yang merupakan perusahaan patungan antara raja pertambangan Australia, Andrew Forrest, dan miliarder teknologi, Mike Cannon Brookes.

Rencananya proyek Sun Cable akan dibangun pada akhir 2024. Terdiri dari panel surya terbesar di dunia, baterai terbesar, dan kabel listrik terpanjang, yang menyediakan 10 GW listrik untuk dikirim dan menyediakan seperlima dari kebutuhan listrik Singapura.