Kedai kopi menjamur di kota Cimahi, sedikitnya ada 75 yang telah beroperasi. Namun, naik daunnya bisnis tersebut tak memberi kontribusi berarti pada raihan pajak restoran karena hanya lima kedai saja yang jadi obyek pajak dan bisa di tarik pajak oleh Pemkot.
Hal ini disampaikan Kepala Bidang Penerimaan dan Pengendalian Pendapatan pada Bappenda Kota Cimahi, Lia Yuliati saat dihubungi, Selasa (14/1).
"Kami terbentur permasalahan perizinan sehingga belum bisa ditautkan sebagai wajib pajak (WP)," katanya.
Kendati demikian, lanjut dia, para pengelola kedai kopi saat ini sedang mengurus perizinan baik ke Kecamatan maupun ke Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) supaya ke depannya bisa terdaftar sebagai WP dan Objek Pajak (OP).
"Kalau modal dibawah Rp50 juta cukup dari kecamatan, kalau lebih harus ke DPMPTSP. Dan memang sekarang mereka lagi proses izin untuk mendapatkan izin dan pendaftaran wajib pajak,"terangnya.
Dijelaskan Lia, dasar penarikan pajak restoran tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Walikota (Perwal) Nomor 53 Tahun 2016 tentang tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah yang Dibayar Sendiri oleh WP.
Mengacu pada Perda dan Perwal tersebut, dia memaparkan, kedai kopi masuk pada kategori pajak restoran. Yang mana besaran pokok pajak restoran yang tertuang dihitung dengan mengalikan tarif retsoran sebesar 10 persen dengan dasar pengenaan pajak yang dibebankan kepada konsumen.
"Sekarang kita inventarisir. Nah, yang kita tarik pajaknya itu yang omzetnya minimal Rp10 juta perbulan,"ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Bappenda Kota Cimahi, Ronny Rodjani mengharapkan, ke depannya kedai kopi di Kota Cimahi bisa menjadi WP. Pasalnya, sektor usaha tersebut akan meningkatkan raihan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak restoran.
"InsyaAllah tentunya bakal meningkat kalau sudah jadi WP, karena potensi usahanya kan lagi berkembang,"pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved