Keterbukaan informasi saat ini ibarat dua mata pisau. Selain memberi manfaat positif, ada dampak negatif yang ditimbulkan dari derasnya arus informasi.
Persoalan tersebut tentu tak luput dari perhatian Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jabar. Berbagai cara dilakukan untuk mengedukasi masyarakat terkait bahaya siaran berbasis internet (OTT).
Ketua KPID Jawa Barat, Adiyana Slamet menekankan pentingnya pengaturan dan pengawasan media berbasis internet seperti media konvensional. Pasalnya, dampak negatif yang ditimbulkan OTT cukup banyak.
"Lembaga penyiaran konvensional sudah diatur dan diawasi oleh negara. Justru yang belum (diatur dan diawasi) ini media berbasis internet yang memiliki jangkauan tidak terbatas," ujar Adiyana, Selasa (9/7).
"Dalam Indeks Ketahanan Nasional Lemhanas 2023, gatra sosial budaya itu rendah. Dari rentang 1-5, nilai cuma 2,54 urutan lima terbelakang, ini mengkhawatirkan. Sedangkan menurut DP3AKB Jabar, kasus pencabulan terjadi karena pelaku mengonsumsi konten berbasis internet," imbuhnya.
Adiyana menjelaskan, pengaturan media berbasis internet sebenarnya bisa diterapkan pemerintah Indonesia, dengan meniru berbagai kebijakan dari negara-negara lain.
"Di luar negeri seperti Jerman, sudah memiliki badan khusus yang mengawasi internet, begitupun negara lain seperti Australia, Korea dan negara lainnya," jelas Adiyana.
Ia mengaku khawatir jika persoalan tersebut dianggap sepele bahkan diabaikan akan membuat anjlok kondisi sosial budaya. Terpaan informasi tanpa filtrasi berpotensi berdampak buruk bagi karakter dan kognisi masyarakat.
"Kalau kondisi sosial budaya hancur, apalagi di Jawa Barat, yakinlah bahwa negara ini akan luluh lantah dengan ketidakmilikan karakter yang berdasarkan sosial budaya. Dan Bung Karno pernah bilang negara ini akan besar jika dibangun karakter mental investment yang bersumber pada sosial budaya," tegasnya.
"Tapi kemudian generasi hari ini banyak yang habbitnya mengakses media internet tanpa filtrasi, jangan harap kita maju di 2045, karena kognisinya rusak," tutup Adiyana.
Sementara Komisioner KPID Jabar, Syaefurrochman Achmad menyebut, kemudahan dan kebebasan dalam membuat media berbasis menjadi permasalahan dasar. Terlebih media berbasis internet, khususnya OTT belum memiliki aturan konkret seperti media konvensional.
"Kenapa semakin banyak, karena media berbasis internet ini, tidak memerlukan izin, tanpa pengaturan, tanpa pajak, dan berdampak besar bagi publik, serta tidak diatur," ujar Achmad.
"Kalau tidak diatur sesegera mungkin, ya kepercayaan publik kepada pemerintah bisa turun dan semua upaya mewujudkan Lembaga Penyiaran Berkeadilan hanya angan-angan yang berat dilakukan KPI tanpa dukungan nyata pemerintah," tegasnya.
Di tempat sama, Dosen FISIP Unpas Bandung, Erwin Kustiman menuturkan, keberadaan OTT tanpa diawasi akan berdampak buruk bagi masyarakat bahkan untuk masa depan bangsa.
"Kebebasan OTT yang tidak terkontrol dan ketidakadilan dalam persaingan menjadi permasalahan serius bagi pemerintah dan harus diatasi," jelas Erwin.
Disinggung siapa yang bisa melakukan pengawasan OTT, Erwin menyebut, lintas sektor hingga KPI bisa melakukan pengaturan asalkan diberikan kewenangan lebih.
"KPI perlu diberikan kewenangan lebih, agar bisa mengatur demokrasi bisa berjalan baik," pungkasnya
© Copyright 2024, All Rights Reserved