Produktivitas pertanian di Indonesia praktis menjadi rendah akibat luasan lahan optimal yang sempit. Salah satu penyebab Indonesia banyak mengimpor pangan adalah karena produktivitas dalam negeri yang rendah dibandingkan negara lain.
- Dalam 100 Tahun, Endapan Vulkanik Erupsi Semeru Bisa Jadi Tanah Yang Subur
- Diikuti Mahasiswa dari Berbagai Negara, Peserta WICAN 3rd Kian Meningkat
- Pergubi: Baru 2,16 Persen Jumlah Guru Besar Di Indonesia
Baca Juga
Begitu dikatakan Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (Fapet Unpad), Prof. Mahfud Arifin.
Kendati demikian, sektor perkebunan ternyata menyimpan potensi ekspor yang tinggi. Data Kementerian Pertanian RI 2019 menunjukkan ekspor perkebunan di Indonesia cenderung lebih tinggi dibandingkan ekspor komoditas pangan.
"Ini indikasi Indonesia lebih cocok untuk perkebunan,” ujarn Prof. Mahfud.
Ia menjelaskan, beberapa komoditas perkebunan premium di Indonesia justru ditanam di lahan-lahan marginal, seperti rasuan duku di Sumatera Selatan, lada di Sulawesi Selatan, hingga kopi di Jambi.
Lebih lanjut, Prof. Mahfud menjelaskan, langkah tepat untuk menangani tanah suboptimal adalah dengan menumbuhkan vegetasi. Tanah suboptimal yang dibiarkan terpapar matahari akan membuat unsur hara di dalamnya menjadi mengkristal. Akibatnya, tanah akan menjadi sulit diolah.
“Ini kejadian seperti di India, ada tanah punah. Jadi tanahnya sudah tidak bisa dijadikan area pertanian,” beber Prof. Mahfud seperti dimuat laman Unpad, Selasa (8/3).
- Kelola Konservasi Taman Nasional, Tenaga Ahli KLHK Sarankan Model Begini
- Terakhir Besok, Ini Persyaratan dan Cara Daftar SMUP Sarjana Jalur Mandiri Unpad
- Naik 68 Peringkat, ITB Bertengger di Ranking 235 Dunia