Pemilu 2024 sudah memasuki masa kampanye untuk Pilpres, Pileg dan juga menghadirkan debat antar calon presiden dan calon wakil presiden, yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu.
Sejak memasuki masa tahapan, baik pendaftaran calon hingga debat di masa kampanye, konten negatif atau bahkan menjurus ke konten hoaks mulai banyak beredar di platform media sosial.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kominfo melakukan pencegahan dengan berbagai langkah, guna mengantisipasi beredarnya hoaks menjadi perpecahan di masyarakat.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, produksi hoaks di media sosial semakin hari dirasa semakin meningkat menjelang Pemilu 2024.
"Meski hoaks ini kerap diperbincangkan di seluruh lapisan masyarakat, namun, tak pernah ada yang mengungkap darimana dan siapa yang memproduksi kabar bohong tersebut selama ini, " jelasnya, Kamis (28/12).
Ditambahkannya, masifnya penyebaran hoaks yang terjadi saat ini, mau tidak mau memaksa kita semua untuk turut andil dalam melakukan sosialisasi gerakan anti hoaks.
"Langkah pemerintah melalui Kemenkominfo bersama Polri patut kita apresiasi. Berbagai langkah pencegahan dilakukan dalam mengantisipasi beredarnya hoaks saat pemilu 2024 di masyarakat. Termasuk para parpol peserta pemilu yang harus memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tak mudah percaya dengan isu-isu yang beredar, serta membiasakan untuk memverifikasi setiap informasi yang ada," paparnya.
Menanggapi hal tersebut, akademisi ini menyebutkan bahwa justru parpol lah yang diprediksi menjadi produsen konten-konten hoaks. Menurutnya, hoaks yang diproduksi tersebut bertujuan untuk menarik simpati bahkan memprovokasi masyarakat, terlebih kaum milenial dan gen z.
"Sejauh ini tidak ada satupun parpol di Indonesia yang punya tim riset serta analis sosial yang cukup berpengaruh, sehingga mereka akan kesulitan mempertahankan pemilih tetapnya, karena kesulitan itulah hoaks menjadi bagian dari upaya menarik simpati dan memprovokasi pemilih baru," ungkapnya.
Dedi menilai parpol bukanlah elemen yang bisa menangkal atau mengendalikan hoaks.
"Harus ada edukasi dan literasi ke parpol juga soal hoaks ini. Lantaran dugaan kuat hoaks politis lebih banyak lahir dari mereka sendiri, " paparnya.
Dedi menegaskan, dengan kondisi itu jelas Parpol tidak bisa dan tidak mampu mengendalikan hoaks.
"Ya itu tadi karena sumber hoaks politis lebih banyak dari mereka sendiri," jelasnya.
Dengan tegas juga Dedi menyebutkan, dengan banyaknya hoaks yang beredar di tahun pokitik saat ini baik yang mengandung unsur sara, ujaran kebencian ataupun saling menjatuhkan satu sama lain merupakan kondisi kelam perpolitikan di Indonesia.
"Hoaks ini menjadi penanda bahwa iklim politik kita sedang dalam masa kelam, terlalu banyak polusi. Literasi oleh pemerintah melalui Kemenkominfo dan Polri langkah tepat dan patut kita apresiasi demi pemilu 2024 yang aman damai dan nyaman," tegasnya.
Dengan kondisi seperti ini, Dedi berharap agar masyarakat bersikap kritis dan tidak mudah percaya dengan segala informasi yang diterima terutama di media sosial terlebih dengan isu-isu yang condong mengarah kepada saling menjatuhkan.
"Memang sulit mencerna isu hoaks, ini menjadi tanggungjawab semua pihak, masyarakat seharusnya tidak mudah percaya dengan informasi yang ada di media, utamanya media sosial, utamanya lagi jika isu tersebut miliki nuansa menjatuhkan pihak tertentu," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved