Menjelang Pemilu 2024, media sosial dinilai sangat berpengaruh dalam memberikan informasi dan hoaks yang mempengaruhi pemilih.
Menurut Jurnalis dan Produser acara TV, Anisa Dasuki, peran sosial media dalam menyebar hoaks dan informasi baik itu benar maupun hoaks, mulai terasa sejak Pilkada Jakarta 2012.
"Pilkada DKI 2012. Di situ baru terasa bahwa sosial media itu berperan sangat besar untuk mempengaruhi pemilih. Kemudian bisa dilihat bahwa Pilpres 2014, sudah semakin banyak orang yang pakai smartphone itu pengaruh medsos semakin kencang. Kemudian Pilkada 2017 itu luar biasa sekali peran media sosial. Dan puncaknya 2019 tentu sangat terasa sekali" ucapnya, Sabtu (23/12).
Dalam Podcast edisi 12 dengan tajuk "KENALI DAN LAWAN HOAX", Moderator debat Capres pada putaran 2, Pilpres tahun 2019 ini menjelaskan, di-era smartphone saat ini, melawan hoaks bukanlah persoalan yang rumit.
"Sebenarnya gampang untuk mengetahui informasi itu benar atau tidak. Karena di setiap smartphone, bahkan yang paling bapuk sekalipun, pastinya ada aplikasi untuk browsing. Tinggal diketik ulang saja informasi yang tersebar," ungkapnya.
Anisa melanjutkan, apabila dalam pencarian muncul informasi dari portal online yang terpercaya, dan terverifikasi oleh dewan pers, berarti informasi tersebut benar adanya. Namun apabila tidak, maka berita itu hanyalah hoaks belaka.
Ketika host Reni Anjani bertanya lebih jauh tentang bagaimana mengidentifikasi Hoaks? Anisa memaparkan bahwa, salah satu tipikal hoaks adalah narasinya yang bombastis.
"Terutama judulnya, yang mengundang masyarakat untuk menyebarluaskannya bahkan sebelum membaca. Judulnya pasti bikin orang belum baca beritanya tapi udah share, makanya teman teman pemilih, apabila dapat pesan terusan di medsos yang yang bahasa pertamanya ini A 1 jangan percaya deh, bohong itu," ujarnya.
Anisa menjelaskan, informasi saat ini sangat cepat dan mudah, untuk diakses setiap orang. Sehingga masyarakat dituntut bijak apa dalam menghadapi deruaan atau hantaman informasi yang ada di medsos.
"Walaupun sebagian masyarakat Indonesia sudah cerdas dalam memilah dan memilih informasi mana yang benar mana yang tidak. Namun hoaks masih menjadi ancaman karena masih banyak masyarakat yang percaya dengan sumber-sumber tidak jelas dari sosmed," paparnya.
Sehingga menurutnya, pemilih harus pastikan bahwa informasi yang akan disebarluaskan adalah dari media yang terverifikasi. Mengigat media yang terverifikasi tidak akan melakukan hal itu.
Karena Anisa menjelaskan, basic dari karya jurnalistik adalah cover both side. Atau mendengar dan mengcover dari kedua belah pihak dalam sebuah pemberitaan.
"Jadi masih banyak media yang belum terverifikasi. Ini tentunya berbahaya apabila kita langsung share tanpa crosscheck terlebih dahulu, dan itu tidak susah kok palingan hanya memakan waktu 20 detik," ujarnya.
Menurut Anisa, klikbite sebenarnya hanya pancingan untuk meningkatkan literasi. Lantas bertanya bagaimana dengan konten klikbite yang kerap bersiliweran di beranda media sosial.
"Ini sebenarnya tantangan buat masyarakat supaya meningkatkan literasinya, supaya kita baca isinya apa. Jangan hanya membaca judulnya doang. Namanya jadi nanti jadinya buka klik bite," jelasnya.
Dirinya menegaskan, klikbite ini bisa meningkatkan literasi masyarakat Indonesia yang memang belum tinggi.
"Memancing masyarakat Indonesia untuk membaca jangan main men-share share aja, baca dulu isinya apa", pungkas Anisa.
© Copyright 2024, All Rights Reserved