MENJELANG pemilu di tahun 2019 ini, merupakan ajang pesta demokrasi yang bersifat terbuka bagi seluruh rakyat Indonesia terutama bagi mereka yang telah mencukupi syarat-syarat baik syarat untuk mencalonkan diri, maupun syarat untuk memilih calon.
Keberlangsungan pesta demokrasi yang aman, damai serta tertib merupakan tanggung jawab bersama seluruh masyarakat Indonesia terutama bagi institusi TNI dan Polri.
Sejauh ini, banyak ragam opini muncul dipermukaan yang mempertanyakan netralitas TNI serta Polri dalam politik.
Bisa dikatakan, bahwa tugas dan tanggung jawab mereka untuk menjaga pemilu ini, merupakan persoalan yang sangat sensitif baik secara teknis maupun yang bersifat intruksional.
Pasalnya pengamanan pemilu tidak dilakukan saat pemungutan suara berlangsung saja, melainkan pra pemungutan suara seperti pada masa-masa kampanye mereka memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengawal serta memantau jalannya kegiatan kampanye politik guna mengantisipasi segala sesuatu yang tidak diharapkan.
Oleh karena itu pihak keamanan melakukan ragam upaya untuk memastikan keamanan pemilu sampai puncaknya nanti 17 April 2019.
Opini yang berkembang terkait netralitas TNI-POLRI telah terintervensi oleh kepentingan politik praktis, saya kira itu merupakan opini yang tidak rasional. Pasalnya, jika TNI-Polri sudah tidak netral lagi, lalu siapa yang akan dipercaya oleh masyarakat untuk menjaga keamanan pemilu.
Kita bisa kaji lebih dalam menjelang pemilu ini, bagaimana berita bohong (Hoax) dan isu SARA begitu menjamur di kalangan masyarakat, yang tidak sedikit akibat ulah tersebut berakhir dalam persidangan atau konflik pertentangan yang berlarut-larut.
Secara tidak disadari institusi Polri mempunyai peranan wajib untuk gencar mensosialisasikan program sebagai upaya antisipasi untuk mencegah Hoax dan isu SARA berkembang luas di masyarakat.
Sepintas memang kegiatan itu terkesan merupakan kegiatan yang memiliki tujuan arahan politik. Namun, semua itu tidak benar. Mereka hanya menjalankan fungsinya sebagai institusi keamanan di negara ini.
Baru-baru ini, media massa dihebohkan oleh pengakuan mantan Kapolsek Pasirwangi Kabupaten Garut, AKP Sulman Aziz yang menurutnya Kapolres Kabupaten Garut AKBP Budi Satria Wiguna sempat memberikan arahan kepadanya untuk memenangkan salah satu paslon Capres pada pemilu 2019.
Sulman sendiri juga mengaku pernah diminta memetakan pemilih di wilayahnya. Dia mengaku hal itu diperintah Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna dalam forum rapat dan diancam mutasi bila salah satu paslon yang harus didukungnya, kalah di wilayahnya.
Dalam keterangannya kepada media, Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna membantah hal tersebut bahwa dirinya mengarahkan bawahannya untuk memenangkan salah satu Paslon Capres di wilayahnya.
Kadiv Humas Polri Irjen Iqbal juga mengatakan bahwa secara umum Polri memang mengumpulkan data di lapangan, tapi itu semua sama sekali tidak kaitannya dengan kepentingan politik praktis.
Pengumpulan data tersebut dilakukan untuk memetakan potensi kerawanan yang menjadi tanggung jawab Polri untuk mengantisipasi segala sesuatu yang tidak diharapkan.
Kejadian tersebut menurut saya meskipun harus dilakukan investigasi yang lebih lanjut, untuk mencari kebenarannya, hal itu juga bisa dikatakan merupakan salah satu manuver politik yang ditunggangi oleh segelintir oknum yang ditujukan agar kepercayaan masyarakat terhadap netralitas institusi Polri terkikis.
Oleh karena itu, saya mengajak kepada elemen masyarakat agar menjalin kerja sama dengan TNI serta Polri dan menaruh kepercayaan besar dengannya untuk bersama-sama menjaga keberlangsungan pesta demokrasi ini berjalan dengan aman, damai dan tertib. [***]
Raden Irfan NP
Pengurus Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kabupaten Garut
© Copyright 2024, All Rights Reserved