Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher menyoroti Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang diberikan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Menurutnya, pemberian BSU berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan yang hanya menyasar pekerja formal/penerima upah mencederai asas keadilan.
"Penyaluran BSU yang hanya menyasar pekerja formal yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan menciderai asas keadilan, sebaiknya dievaluasi. Kenaikan harga BBM bukan hanya dirasakan pekerja sektor formal, akan tetapi juga dirasakan oleh pekerja informal," kata Netty dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (24/9).
Dikatakan Netty, evaluasi penting dilakukan karena hingga kuartal IV-2021, peserta BPJS Ketenagakerjaan yang bukan penerima upah (PBPU) ada sebanyak 3,55 juta orang.
"Di antara 3,55 juta orang tersebut, tentu ada yang penghasilannya di bawah Rp 3,5 juta dan tidak mendapatkan BSU karena tidak terdaftar sebagai pekerja formal," katanya.
Bahkan, kata Netty, pekerja formal pun tidak akan menerima BSU kalau tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.
"Pemberian BSU seharusnya lebih tepat sasaran dan tidak diskriminatif hanya bagi mereka yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Ada banyak pekerja formal dan informal yang belum menjadi peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan, padahal mereka layak karena penghasilannya di bawah Rp 3,5 juta," terang Netty.
Dengan begitu, Netty menilai bahwa alasan menaikkan harga BBM agar subsidi tepat sasaran menjadi terbantahkan.
"Dengan subsidi dialihkan dalam bentuk BSU yang hanya dinikmati pekerja formal yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan, maka justru tidak tepat sasaran. Dampak kenaikan BBM dirasakan masyarakat luas, tapi BSU hanya dinikmati sebagian kecil kalangan saja," tandasnya.
Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan mengungkapkan, hampir 2 juta pekerja gagal mendapatkan bantuan subsidi upah (BSU) sebesar Rp600.000 akibat tidak memenuhi persyaratan administrasi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved