SELAIN mengumumkan perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 selama 7 hari, mulai 3-9 Agustus 2021, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menjelaskan kebijakan pemerintah tidak memilih karantina wilayah alias lockdown melainkan PPKM.
“Walaupun sudah mulai ada perbaikan, namun perkembangan kasus Covid-19 masih sangat dinamis dan fluktuatif,” kata Jokowi saat mengumumkan perpanjangan PPKM, dalam tayangan YouTube Sekretaris Presiden, Senin (2/8).
Meskipun Presiden Jokowi telah menjelaskan pilihan kebijakan PPKM, namun masih ada saja anggapan di masyarakat yang terus menyalahkan Jokowi karena tak menjalankan kebijakan lockdown.
Permintaan lockdown pertama kali disampaikan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada akhir bulan Maret 2020.
Anies meminta kepada pemerintah pusat agar me-lockdown Jakarta karena khawatir Covid-19 akan menyebar ke seluruh Indonesia.
Padahal saat bersamaan, sejumlah daerah juga sudah mulai terpapar Corona. Misalnya Bogor, Depok, Bekasi, Bandung, Tegal dan lainnya.
Sebab setelah Jakarta memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), daerah-daerah tersebut juga melakukan hal yang sama.
"Waktu itu kami mengusulkan agar pembatasan juga tidak dilakukan hanya Jakarta, tapi Jabodetabek,” kata Anies membuka alasannya meminta lockdown saat wawancara di Channel Youtube Karni Ilyas Club, Kamis (30/7).
Atas dasar pertimbangan yang matang, baik kemanusiaan, ekonomi, dan lainnya, Istana menolak permintaan lockdown yang disodorkan Anies Baswedan.
Kemudian Presiden Jokowi memutuskan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar alias PSBB.
Setelah PSBB, pemerintah kemudian menggulirkan kebijakan PPKM Darurat, PPKM Level 4.
PSBB sendiri merujuk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.
Sesungguhnya baik lockdown, maupun PSBB bermakna sama, yakni untuk mencegah kemungkinanan penyebaran penyakit atau kontaminasi yang merupakan bagian respons dari kedaruratan kesehatan masyarakat.
Perbedaan yang paling mendasar ada dalam Pasal 55 ayat (1) UU Karantina Kesehatan adalah bila pemerintah memilih kebijakan karantina wilayah, maka selama dalam karantina wilayah, maka kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
Dengan kondisi wabah pandemi Covid-19 yang menyebar sangat cepat ke seluruh daerah di Indonesia, maka sesungguhnya ketentuan Pasal 55 ayat (1) tidak bisa dijalankan oleh pemerintah pusat.
Boleh jadi, baik legislatif dan pemerintah ketika merumuskan aturan ini tidak pernah membayangkan wabah penyakit menular seperti Covid-19.
Sebab, memang sebelumnya tidak pernah ada pandemi seperti Covid-19 yang bisa menyebar sangat cepat ke seluruh wilayah di Tanah Air, dan bahkan ke negara-negara di seluruh dunia.
Intinya, UU Karantina Wilayah mewajibkan pemerintah pusat memenuhi kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina selama dalam masa lockdown.
Rasanya sangat tidak mungkin Presiden Jokowi mampu menjalankan kewajiban Pasal 55 ayat (1) UU Karantina Kesehatan.
Sebab Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terbatas.
Lagi pula anggaran sebesar apapun tak akan pernah cukup untuk menjalankan kebijakan lockdown yang terjadi hampir secara bersamaan di Indonesia.
Bila lockdown dijalankan, lalu Presiden Jokowi tidak melaksanakan kewajiban Pasal 55 ayat (1) UU No 6/2018 tentang Karantina Kesehatan, maka ia dapat dianggap melanggar undang-undang.
Nah dari sinilah potensi pemakzulan kepada Presiden Jokowi dapat terjadi.
Meskipun partai koalisi pendukung Presiden Jokowi menguasai DPR RI, tetapi akan sangat menggangu pemerintah bila masyarakat menganggap Presiden Jokowi melanggar UU.
Padahal penerapan lockdown juga tidak serta-merta menjamin pandemi Covid-19 di Tanah Air bisa cepat selesai.
Andaikan saja Jokowi menjalankan kebijakan lockdown, maka boleh jadi akan sanggat berdampak buruk bagi pemerintah pusat dan daerah.
Negara bisa bangkrut dan masyarakat juga akan mengalami banyak kesulitan.
"Lockdown itu artinya tutup total. Kemarin yang namanya PPKM darurat itu namanya semi lockdown. Itu masih semi saja saya masuk kampung, masuk daerah, semuanya menjerit untuk dibuka," kata Presiden Jokowi.
Tetapi, meskipun pemerintah tidak melakukan lockdown, namun Jokowi tetap memperlihatkan keseriusan dalam menanggulangi bencana wabah Covid-19.
Anggaran besar hingga ratusan triliun rupiah digelontorkan untuk membantu masyarakat dan pemerintah daerah, baik untuk bantuan sosial (Bansos), Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan lainnya.
Termasuk untuk percepatan vaksinasi dengan tujuan menciptakan herd immumity (kekebalan kelompok) di masyarakat.[r]
Sugiyanto
Aktivis Jakarta/Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar)
© Copyright 2024, All Rights Reserved