RMOLJabar. Pengamat Kebijakan Publik di Purwakarta, Awod Abdul Ghadir menganggap Muhamad Ripai yang kini jadi terdakwa dalam kasus korupsi lembaga wakil rakyat di Purwakarta, hanya jadi korban sistem.
Mantan Sekretaris DPRD Purwakarta, Muhamad Ripai (MR) selaku Pengguna Anggara (PA) dan Hasan Ujang Sumardi (HUS) selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) itu kini tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung.
Sebelumnya, hasil ekspose dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan APBD perjalan dinas fiktif atau mark up di lingkungan Sekretariat DPRD Purwakarta TA 2016, pada 12 Febuari 2018 lalu, keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Betul, sebagai PA pada Sekretaris DPRD Purwakarta, Ripai memiliki kewenangan terhadap penggunaan anggaran. Tapi adanya rencana kegiatan itu toh, tidak berdiri sendiri. Tentunya nanti juga akan jelas, siapa yang menginisiasi, siapa yang disposisi, siapa yang hanya jadi korban dan siapa saja yang menikmati anggaran tersebut. Akan terungkap dalam fakta persidangan," kata Awod, kepada RMOLJabar, Jumat (4/1).
Awod mengulas, seperti diberitakan sejumlah media, dalam persidangan, para saksi mulai membuka apa yang sebenarnya terjadi. "Ternyata tidak ada aliran dana ke Ripai," ujar Awod.
Diketahui, belasan saksi dihadirkan JPU dari Kejari Purwakarta dalam sidang pemeriksaan saksi kasus dugaan korupsi perjalanan dinas fiktif DPRD Purwakarta, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (26/12) akhir tahun lalu.
Salah satunya; Purwaningsih, staf keuangan Sekretariat DPRD Purwakarta, saat ditanya pengacara Ripai soal apakah ada aliran dana ke Muhamad Ripai, selaku Sekretaris DPRD Purwakarta mengatakan tidak ada aliran dana ke Muhamad Ripai.
Total yang dihadirkan yakni 15 saksi. Terdiri dari delapan dari sekretariat DPRD Purwakarta dan tujuh lainnya dari staf Dinkes Pemkab Purwakarta yang bertugas di RSUD Bayu Asih.
"Mari kita lihat dan ikuti bersama proses persidangan yang bakal makin seru. Jika pertanyaannya apakah akan ada tersangka lain dalam perkara ini, saya tidak bisa menjawab. Kita ikuti saja proses hukum dan persidangannya. Dan, terakhir tinggal will dari Kejaksaan, terhadap fakta persidangan. Mau bagaimana?" tutur Awod.
Untuk diketahui, kasus ini bermula pada 2016, DPRD Purwakarta menganggarkan Rp 10 miliar untuk program kerja DPRD Purwakarta. Namun, dalam pelaksanaannya, terdapat perbuatan melawan hukum salah satunya perjalanan dinas fiktif. Misalnya, 23 perjalanan dinas dibuat seolah-olah dibuat lebih dari satu hari padahal satu hari.
Akibat perbuatan melawan hukumnya ini, negara dirugikan Rp 2 miliar lebih. Kedua terdakwa dijerat Pasal 2 dan 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUH Pidana. [yud]
© Copyright 2024, All Rights Reserved