Nelayan Sering Kesulitan Dapatkan BBM, Komisi II Minta Pemerintah Bangun SPBU di Pesisir

Anggota DPRD Kabupaten Bekasi, Sukarlinan/RMOLJabar
Anggota DPRD Kabupaten Bekasi, Sukarlinan/RMOLJabar

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bekasi meminta pemerintah daerah untuk mendorong pengusaha membangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di wilayah Muara Gembong untuk mengantisipasi kesulitan nelayan dalam mendapatkan bahan bakar solar.


Hal itu dikatakan Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Bekasi, Sukarlinan, Selasa (5/7).

“Pemerintah daerah harusnya berperan aktif dalam meyakinkan pengusaha maupun Pertamina untuk membangun SPBU di wilayah utara Kabupaten Bekasi, tepatnya di wilayah Muaragembong,” jelasnya.

Politisi asal Partai Demokrat ini menjelaskan, saat ini SPBU di wilayah utara Kabupaten Bekasi sangat minim, padahal kebutuhan masyarakat di wilayah pesisir sangat membutuhkan bahan bakar terutama nelayan.

“Nelayan kita di wilayah pesisir sering kesulitan dalam mendapatkan bahan bakar terutama solar, maka dari itu kami mendesak pemerintah daerah harus bisa berkolaborasi dengan semua pihak agar jumlah SPBU di wilayah utara Kabupaten Bekasi bertambah. Setahu saya di wilayah utara hanya ada satu SPBU di wilayah Tambelang,” jelasnya.

Sementara itu, Sekretaris Desa Pantai Bahagia, Qurtubi membenarkan adanya kesulitan nelayan dalam mendapatkan bahan bakar solar, tercatat lebih dari 1.500 nelayan harus bersusah payah untuk mendapatkan bahan bakar tersebut.

"SPBU terdekat sebenarnya ada di Cabangbungin, dekat SMA. Sebenarnya deketan ke situ dari pada ke SPBU Batujaya. Tapi masalahnya enggak ada Solar di sana. Adanya dexlite, mahal, Solar BBM ya di Karawang. Sekitar 30 kilometer kalau mau ke sana," ungkapnya.

Selain jaraknya yang jauh, para nelayan harus mengantongi surat rekomendasi dikarenakan pembelian solar yang mencapai ratusan liter dalam sekali pembelian.

Selama ini, mereka ternyata meminjam surat rekomendasi pertanian untuk bisa membeli solar bersubsidi. Setelah pihak SPBU melakukan audit, ditemukan fakta bahwa jatah pembelian untuk bidang pertanian telah melebihi kapasitas.

"Setelah dicek lagi, ditemukan bahwa ternyata banyak nelayan yang menggunakan surat rekomendasi punya pertanian. Jadi selama ini nelayan minjem surat itu ke teman-temannya yang masuk gapoktan, untuk beli solar bersubsidi di SPBU Batujaya. Serapan yang seharusnya jatuh ke tangan petani, malah jatuh ke tangan nelayan," tuturnya.

Padahal, jatah solar bersubsidi untuk para nelayan belum pernah dipergunakan sama sekali. Namun demikian, para nelayan Muaragembong kesulitan untuk mengurus surat rekomendasi tersebut.

Pihaknya kemudian mengadakan rapat bersama perwakilan dari unsur BPH Migas, Pertamina, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bekasi dan Provinsi, perwakilan nelayan dan unsur pemdes.

Berdasarkan Peraturan Presiden (PP) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, nelayan baru bisa mendapatkan surat rekomendasi setelah memenuhi syarat dan kewajiban yang sangat menyulitkan.

"Kenapa untuk pertanian lebih mudah mendapatkan solar bersubsidi, karena regulasinya mudah. Tapi untuk nelayan rekomendasinya bukan didapat dari pemdes dan UPTD Pertanian, tapi harus dari Syahbandar, Kepala Daerah dan Kepala Dinas terkait," kata Qurtubi.

Pasalnya, sepanjang garis pantai dari Tarumajaya, Kabupaten Bekasi hingga Cirebon kewenangan untuk mengurus rekomendasi merupakan kewenangan Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Patimban, yang kantornya terletak di Subang.

"Syahbandarnya cuma ada satu, yaitu Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Patimban, kantornya di Subang, bagaimana nelayan mau ke sana? Kantornya saja di Subang. Sedangkan, aturannya adalah pengecer tidak boleh beli BBM bersubsidi berjumlah banyak, bisa ditangkap. Itu lah kesulitannya," ujarnya.

Sementara itu, seorang nelayan bernama Timan (43) menambahkan, terdapat syarat ketentuan lainnya yang harus dipenuhi oleh para nelayan selain izin dari Syahbandar.

"Ada dua kalau mau rekomendasi dari Kepala Syahbandar, pertama ada izin berlayar yang kedua setiap balik melaut, harus melaporkan lagi ke sana. Dan kapasitas angkut muatan ikannya pun juga ada batas maksimalnya," kata Timan.

Timan mengharapkan agar setidaknya regulasi yang menyulitkan tersebut bisa ditangkap sehingga meski nelayan harus membeli solar di Karawang, mereka tak melanggar regulasi pemerintah.

"Coba sekarang bagaimana? Sudah kita beli solar jauh, ngurus rekomendasinya juga lebih jauh. Sebenarnya kami tidak mau melanggar aturan, Tapi syarat-syarat itu sangat memberatkan kami para nelayan," tandasnya.