Kasus penistaan agama melalui media sosial (medsos) tetap saja muncul dan menimbulkan keresahan publik meskipun sudah diberlakukan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dalam pandangan Pakar Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad), Dadang Rahmat Hidayat, letak permasalahannya bukan pada aturan tapi realitas sosial di Indonesia memang masih memiliki potensi konflik sosial laten.
UU ITE sendiri kata Dadang, sudah berjalan dengan cukup efektif.
"Sampai kapan pun, aturan apa pun itu akan sering terjadi, paling tidak akan ada pelanggaran terhadap aturan tersebut. Sekarang aturan mana yang tidak ada pelanggaran, tidak ada sejauh ini," kata Dadang, Rabu (25/8).
Menurutnya, keterukuran efektivitas UU ITE terhadap penyalahgunaan medsos tergantung sudut pandang. Meskipun, secara kuantitas pelanggaran yang dapat terjerat UU ITE saat ini telah berkurang dikarenakan publik telah mengetahui aturan tersebut.
"Dari polisi ada patroli siber, orang bisa tiba-tiba mengadukan, dan jejak digital. Sekarang sebagian orang hati-hati untuk melakukan tindakan yang tidak diharapkan. Saya memandang UU ITE sudah diterapkan. Cukup efektif," tuturnya.
Dadang menyebut ada atau tidak UU ITE pelanggaran terutama penistaan agama akan tetap ada karena realitas sosial ini yang laten. Hal tersebut layaknya penghinaan terhadap apapun, termasuk penistaan agama yang berkaitan dengan ketidakpahaman orang, niat, dan kepentingan tertentu.
"Mungkin saja kalau tidak ada UU ITE, penistaan agama akan lebih banyak. Tapi jangan berharap dengan adanya satu UU beres semuanya," ujarnya.
Oleh sebab itu, fungsi dan peranan pengadilan, kepolisian, dan lembaga pemasyarakatan perlu dimaksimalkan. Sehingga, pelanggaran yang berkaitan terhadap sesuatu yang mempunyai nilai sensitivitas tinggi di masyarakat dapat ditekan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved