Fraksi PAN DPRD Jabar meminta perubahan skema pembiayaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung Bandung (KCJB) dari business to business (B to B) menjadi business to government (B to G) tidak membawa konsekuensi tarif.
Begitu diucapkan oleh Ketua F-PAN DPRD Jabar, Hasbullah Rahmat saat dihubungi Kantor Berita RMOLJabar, Selasa (19/10).
Apabila pemerintah tidak bisa menghindari pembiayaan KCJB menggunakan APBN maka, proyek tersebut tidak mangkrak dan berjalan lancar. Sehingga, semakin cepat proyek pembangunan KCJB selesai maka akan semakin cepat recovery benefit yang didapatkan oleh negara.
"Kalau KCJB sudah berjalan tentu ada uang yang masuk melalui tiket. Itu saya kira bisa sharing, mana yang harus kembali ke korporasi dalam hal ini BUMN Indonesia dan Tiongkok maupun ke negara," ujarnya.
Menurutnya, hal tersebut perlu dihitung oleh Pemerintah Pusat dan jangan sampai bergeser dari sumber pembiayaan melalui APBN. Jika bergeser, imbuh Hasbullah, akan berdampak terhadap pengerjaan yang tidak tepat waktu dan kenaikan tarif tiket KCJB.
"Sebagai wakil rakyat, saya berharap tidak berdampak penggunaan APBN ini terhadap nilai tiket. Tiket itu akan diterapkan oleh pemerintah. Pak Jokowi menerapkan tiket KCJB sekitar Rp 250 ribu," tuturnya.
Kendati begitu, dirinya belum mengetahui dampak dari mangkraknya pengerjaan KCJB akan memperpanjang waktu pengelolaan atau akan berdampak pada kenaikan tarif dengan waktu pengelolaan tidak diperpanjang, tetap sesuai dengan kontrak awal.
"Besarnya pembiayaan dari APBN akan berdampak pada masa pengelolaan KCJB lebih panjang dari kontrak awal. Atau masa pengelolaannya tetap sama tapi tiketnya naik untuk menutupi penambahan biaya investasi KCJB," tukasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved