Salah satu upaya untuk menekan laju urbanisasi adalah dengan dijalankannya bisnis pariwisata di perdesaan. Disamping itu, adanya pariwisata perdesaan bukan tidak mungkin akan membuka peluang kerja bagi warga desa.
Peneliti Pusat Studi Pariwisata, Universitas Gadjah Mada (UGM), Destha Titi Raharjana mengatakan, eksistensi desa wisata terus bergeliat seiring berbagai program pemerintah menjadikan pariwisata sebagai salah satu sektor unggulan di perdesaan.
“Pariwisata hadir sebagai “bonus” karena yang sejatinya dikemas dan ditawarkan bagi wisatawan atau guest adalah pengalaman unik berinteraksi dengan warga setempat sebagai host,” ujarnya, Senin (19/9).
Menurut Destha, ada sejumlah faktor yang akan menyokong popularitas desa wisata. Pertama, perlunya pengelola wisata memastikan produk wisatanya mempunyai karakter atau DNA yang kuat untuk menjadi identitas yang membedakan dengan desa lainnya.
Dalam bahasa marketing, sebuah desa wisata harus mampu memiliki USP atau unique selling proposition.
“Untuk itu, pengembangan desa wisata orientasinya harus condong pada pelibatan dan penguatan interaksi wisatawan dalam kehidupan masyarakat setempat,” katanya.
Unique selling proposition atau USP, lanjutnya, harus dikemas dalam paket wisata, bukan dalam pembelian tiket. Sederhananya, wisata di desa ini sejatinya tidak menjual tiket, akan tetapi yang ditawarkan adalah paket wisata.
“Daya tarik di desa itu adalah aktivitas, bukan semata objek wisata. Oleh sebab itu, desa wisata tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan home stay. Karenanya tantangan bagi desa-desa wisata saat ini adalah bagaimana mengemas dan menguatkan identitasnya melalui kemasan paket wisata yang berkualitas,” jelasnya seperti dimuat laman UGM.
© Copyright 2024, All Rights Reserved