Presidential threshold atau syarat ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen yang merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinilai melanggar UUD 1945.
Pengamat Kebijakan Publik, Amir Hamzah mengatakan, pasal 6a ayat 2 menyatakan pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilihan Umum sebelum pelaksanaan Pemilihan Umum.
Dengan demikian, menurut Amir, apa saja yang sudah ditetapkan sebagai peserta pemilu mempunyai hak untuk mengajukan calon presiden, baik sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Masih menurutnya, disebutkan dalam UUD 1945, penentuan ambang batas juga melanggar UUD 1945.
"Artinya yang mempertahankan ambang batas dalam pemilihan presiden adalah partai yang secara sadar dan sengaja melanggar UUD 1945. Ini yang harus diperhatikan,” kata Amir seperti dilansir Kantor Berita RMOLJakarta, Selasa (8/6).
Oleh karena itu, lanjut Amir, terhadap masalah ini, jika Partai Gerindra memprakarsai untuk memperjuangkan agar ambang batas baik pada Pilpres maupun pada Pileg nanti dihapus maka ada dua keuntungan yang bisa dilihat oleh Partai Gerinda.
Pertama, dukungan dari partai politik dan dukungan dari rakyat. Kalau parliamentary threshold dipertahankan, maka nantinya kalau ada partai yang hanya berhasil mencapai 1,5% hingga 2% suara akan menjadi sia-sia.
"Ini namanya mengingkari hak dan kedaulatan rakyat," ujar Amir.
Kedua, imbuh Amir, dengan menghilangkan ambang batas maka kecurangan pemilu bisa dihindari.
© Copyright 2024, All Rights Reserved