Penampilan Ariel Tatum sebagai Sang Kembang Bale, dalam pementasan monolog selama satu setengah jam, membuat takjub ratusan penonton yang hadir di area terbuka NuArt Sculpture Park, Kota Bandung, Jumat malam (9/8).
Gerak gemulai Sang Kembang Bale dalam menari membuat penonton tak ingin lepas menatap. Pun alunan magis kidung yang dilantunkan dengan iringan musik Sunda, sukses membius para penonton di tengah dinginnya udara malam Bandung.
Sang Kembang Bale (Nyanyian yang Kutitipkan pada Angin) merupakan pertunjukan teater persembahan Titimangsa bersama Bakti Budaya Djarum Foundation. Terinspirasi dari Ronggeng Gunung, kesenian tradisi khas Kabupaten Ciamis dan Pangandaran.
Pementasan yang akan dibuka untuk umum selama dua hari pada 10-11 Agustus 2024 di NuArt Scuplture Park, Bandung tersebut menjadi produksi ke-79 Titimangsa bersama Bakti Budaya Djarum Foundation.
Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation, Renitasari Adrian menuturkan, pihaknya bersama Titimanga tak hanya menghadirkan karya-karya menghibur, namun juga bernilai budaya dan sejarah mendalam, sekaligus melestarikan kesenian tradisional ke hadapan penikmat seni di Bandung.
"Kami percaya bahwa produksi Sang Kembang Bale ini tidak hanya menghidupkan kembali tradisi yang hampir punah, tetapi juga memberikan pengalaman budaya yang mendalam dan inspiratif bagi semua penikmat seni. Kami ingin menghidupkan kekayaan budaya Indonesia agar terus dikenal dan dicintai generasi mendatang," ujar Renitasari Adria.
Produser pertunjukan Sang Kembang Bale, Pradetya Novitri menilai, kesenian Ronggeng Gunung perlu terus diperlihatkan kepada khalayak banyak seiring pelakunya yang saat ini hanya tinggal 2 orang. Pementasan tersebut juga bertujuan untuk mengkonservasi pengetahuan tentang kesenian Ronggeng Gunung.
"Kami melakukan riset ke tempat kelahiran Ronggeng Gunung, juga membawa pemain, pemusik dan penari yang berasal dari generasi muda untuk langsung belajar kesenian Ronggeng Gunung kepada para pelakunya. Harapannya dengan ini, nyanyian, musik dan tarian yang sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu, lebih panjang lagi nafasnya," beber Pradetya Novitri.
Pertunjukan Sang Kembang Bale menyuguhkan kidung, tari, dan drama Ronggeng Gunung. Terdiri dari satu orang pemain yang diperankan Ariel Tatum, diringi empat penari, dan tiga orang pemusik yang menghidupkan kembali nilai-nilai budaya adiluhung Ronggeng Gunung.
Sang Kembang Bale berkisah tentang kehidupan seorang ronggeng (Kembang Bale) di Panyutran, sebuah kampung di Padaherang, Kabupaten Pangandaran. Seorang Kembang Bale terlahir dari perih kehidupan masa kecilnya.
Memasuki masa remaja, ia terpilih menjadi penerus Ronggeng Gunung. Kemiskinan yang mendorongnya untuk memasuki dunia ronggeng. Tapi dunia yang dimasukinya, semakin hari kian menariknya untuk lebih dalam memaknai bagaimana semestinya sikap seorang ronggeng.
Segala kegelisahan, konflik batin, ketakutan, keinginan, dan harapan Sang Kembang Bale ditampilkan dalam monolog tersebut. Penonton dapat sang ronggeng juga adalah manusia, yang seringkali meragu. Namun, ia berusaha lurus dalam pilihan menjadi perempuan terpilih yang dicintai sekaligus disegani di masyarakatnya.
Sutradara Sang Kembang Bale, Heliana Sinaga mengungkap, tema Ronggeng Gunung diangkat berdasarkan biografi pelaku atau pewaris Ronggeng Gunung ke panggung pertunjukan. Sang Kembang Bale adalah salah satu alternatif menghidupkan kembali relasi nila-nilai dan relasi interaksi manusia dengan manusia, alam dan penciptanya.
"Penggambaran alur, gerak, musik dan lagu yang dibawakan oleh Ariel Tatum dan seluruh tim yang terlibat semoga bisa menjadi arsip kebudayaan yang didapat melalui pengalaman menonton yang berbeda," ungkap Heliana Sinaga.
Penulis Wida Waridah menceritakan proses penulisan naskah Sang Kembang Bale. Ia mewawancarai langsung pelaku kesenian Ronggeng Gunung, yakni Bi Pejoh, Bi Raspi, juga Mang Sarli. Penggalian dari pengalaman mereka selama menekuni sekaligus melestarikan kesenian Ronggeng Gunung, khususnya di daerah Panyutran, Pangandaran, memunculkan hal baru yang cukup menarik.
"Kami mencoba saling mengisi untuk rancang bangun kisah dan adegan tokoh Sang Kembang Bale. Memadukan hasil wawancara nyata dan kerja imajinasi fiksi. Kami mencoba menghadirkan kenangan, kegelisahan dan harapan tokoh Sang Kembang Bale, dengan memasukkan unsur-unsur tradisi yang kami rasa penting kehadirannya dalam kesenian Ronggeng Gunung," kata Wida Waridah.
"Baik ritual, pakem lagu, dan tarian, ini lebih untuk mencoba agar naskah monolog yang fiksi ini juga bisa menjadi, setidaknya, serpih dokumen tentang kesenian Ronggeng Gunung. Naskah Sang Kembang Bale pada akhirnya sebagai bentuk persembahan rasa cinta pada keseniannya, juga untuk bakti kesetiaan para senimannya melestarikan peninggalan leluhur mereka," tambah Penulis naskah lainnya, Toni Lesmana.
Sebagai koreografer pertunjukan, Rachmayati Nilakusumah merupakan seorang penari yang pernah mendalami tari Ronggeng Gunung dengan berguru kepada dua maestro Ronggeng Gunung, Bi Raspi dan Bi Pejoh. Baginya Ronggeng Gunung adalah tarian purba dengan banyak filosofi hidup.
"Berbeda dengan tarian-tarian yang ada di Jawa Barat, gerakan tari utama Ronggeng Gunung adalah kaki. Dalam bahasa Sunda kita kenal dengan istilah 'sareundeuk saigel' atau 'seirama segerakan'. Nah, dalam tarian Ronggeng Gunung kalau kita salah irama atau salah gerakan kita akan terinjak oleh orang lain. Jadi penting sekali kebersamaan," kata Rachmayati Nilakusumah.
Menjadi seorang Ronggeng Gunung tidak hanya dituntut untuk menari, namun juga menyanyi, bermain, dan menciptakan komposisi musik serta lirik secara langsung. Ini adalah kali pertama Ariel Tatum bermain monolog di atas panggung.
Untuk dapat memerankan tokoh Sang Kembang Bale, pemain film dan sinetron kelahiran Jakarta tersebut harus belajar selama lima minggu penuh. Setiap hari, Ariel Tatum harus menghabiskan waktu selama enam hingga delapan jam.
"Rasanya sungguh penuh haru, seperti udara segar yang baru. Saya harus belajar menari, menembang dan berbahasa Sunda. Semua ada pakemnya dan tidak boleh dilanggar. Ini benar-benar baru buat saya," ucap Ariel Tatum.
Tantangan utama yang paling dirasa Ariel Tatum adalah belajar cengkok dalam menyanyikan lirik lagu. Namun setelah belajar langsung dengan Bi Pejoh dan penyanyi dari tim Swarantara, Ariel Tatum mampu menguasai tekniknya.
"Ronggeng Gunung adalah sebuah kemagisan dari leluhur kita, jadi memang hanya kita yang bisa meneruskan itu semua. Semoga dengan pementasan ini generasi muda mau belajar lebih banyak, mau tahu lebih banyak hal sehingga kita lebih kaya lagi dengan budaya-budaya yang sebenarnya sudah lama ada dan mengalir di tubuh kita,” harap Ariel Tatum.
© Copyright 2024, All Rights Reserved