Tradisi Cia Ciu dalam perayaan tahun Baru Imlek 2574 yang dilakukan oleh warga Tionghoa dan para pemuka Agama Wilayah Priangan Timur (Pangandaran, Banjar, Ciamis, Tasikmalaya) dinilai jadi kemajuan kerukunan dan pengikis Intoleran.
Tonggak awal kerukunan dan toleransi beragama ini dinilai berdampak khusus pada Kota Tasikmalaya yang sebelumnya dianggap intoleran terhadap keberagaman.
Kendatipun demikian, persoalan intoleran di Kota Tasikmalaya dianggap salah karena tidak ada umat agama manapun yang terganggu dalam proses peribadatannya.
Ketua Majelis Ulama indonesia (MUI) Kota Tasikmalaya Ate Musodiq menjelaskan, bahwa sebelumnya Kota Tasikmalaya kerap disebut Intoleran karena berbagai isu yang melambung.
" Tasik itu suka disebut intoleran, itu sangat salah sekali. Cukup toleran dan tidak ada apa apa, jadi enggak benar kalau ada berita Tasik enggak toleran," tegasnya kepada wartawan usai mengikuti tradisi Cia Ciu dalam Perayaan Imlek 2574 se Priangan Timur di Kotanya, Minggu Malam (29/1).
Dalam proses peribadatan agama apapun di Kotanya, Ate menyangkal, bahwa tidak ada gereja ataupun mesjid yang diganggu pada saat melakukan kewajiban dalam beragama.
" Buktinya dalam Imlek sekarang ini, semua agama ada, bersama sama menyambut imlek. Ini sebuah kemajuan untuk Tasikmalaya." terangnya.
Selain itu, Ate juga menyebutkan, bahwa kehadiran etnis Tionghoa di Kota Tasikmalaya menjadi salahsatu sumber kemajuan bagi daerahnya. Ia meminta, kepada wartawan untuk menegaskan bahwa toleransi di daerahnya bagus.
" Lihat saja Kabupaten yang tidak ada Tionghoa, kurang maju dan kaku. Ada MUI, NU dan bukti, Imlek ini tidak ada pernak pernik apapun, aman sekali. Ceritakan kepada Indonesia bahwa Tasikmalaya Toleransinya bagus," tandasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved