Virus Corona dikabarkan terus bermutasi. Sudah banyak varian yang terdeteksi para ahli, varian Alfa hingga varian delta. Belakangan muncul lagi varian baru virus Corona yang disebut-sebut sebagai varian Delta Plus atau organisasi kesehatan dunia (WHO) menyebutnya sebagai AY.4.2.
Dilansir AlJazeera (1/11), varian baru ini pertama kali ditemukan dan banyak menyebar di Inggris. WHO menyebut bila varian baru virus Corona ini sudah terdeteksi di 42 negara India, Israel, Amerika Serikat, dan Rusia.
Meski varian delta masih mendominasi kasus Corona di seluruh belahan dunia, namun WHO memantau ada lonjakan kasus Delta Plus diberapa negara.
“Peningkatan transimisi AY. 4.2 telah diamati sejak Juli, ”kata sember dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang memantau perkembangan pandemi dari minggu ke minggu.
Dikatakan bahwa 93 persen dari kasus AY.4.2 dilaporkan di Inggris. Transmisi varian ini terpantau menanjak sejak 3 Oktober lalu.
Meski beredar isu bila varian Delta Plus lebih menular dan merusak atibodi manusia, namun WHO dan otoritas kesehatan Inggris yang menangani pandemi (UKHSA) belum memberi penjelasan secara resmi
“Penelitian epidemiologis dan laboratorium sedang berlangsung” kata sumber dari WHO tersebut.
UKHSA sendiri belum memasukan Delta Plus sebagai “Varian Yang Jadi Perhatian”. Statusnya masih “Varian Yang Diselidiki”.
Sebelumnya, ada beberapa varian telah meledak di berbagai negara. Varian Alpha menyebar luas setelah ditemukan di Inggris pada akhir 2020, dan varian Delta telah menjadi strain virus yang dominan di seluruh dunia sejak ditemukan di India pada akhir 2020.
Peneliti Universitas Oxford, Dr. Roselun Lemus-Martin, meyakini Varian Delta Belum jadi kasus dominan.
“Saat ini, strain telah ditemukan di beberapa negara lain, tetapi tidak menjadi dominan,” Dr Roselyn Lemus-Martin, yang memegang gelar PhD dalam biologi molekuler dan sel dari Universitas Oxford, mengatakan kepada Al Jazeera.
“Mungkin saja penyebaranya mirip dengan strain Lambda. Meski pada awalnya, kehadirannya membuat banyak negara panik namun belakangan varian itu tak meledak di AS atau Inggris,” imbuh PhD dalam biologi molekuler dan sel dari Universitas Oxford.
Ahli epidemiolog WHO, Mari Van Kerkhove, memastikan varin Delta masih jadi kasus paking banya.
“Varian Delta sejauh ini masih varian paling dominan dalam hal sirkulasi global”, Maria Van Kerkhove.
Masih belum jelas “apakah itu lebih menular atau lebih mampu menghindari kekebalan yang kita miliki melalui vaksinasi,” kata Dr Patrick Tang,
Kepala Divisi Ilmu Patologi di Sidra Medicine, Qatar, DR Patrick Tang berlum bisa memastikan apakah varian Delta Plus ini lebih berbahaya tau tidak.
“Kami tidak memiliki cukup data untuk menunjukkan satu atau lain cara,” katanya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved