BERDASARKAN kiprah Jokowi dalam kontestasi dan juga konstelasi politik nasional, Jokowi adalah politisi yang sangat agresif dan jahil. Gaya kepemimpinannya sangat otoriter dan juga ekspansif. Di akhir masa jabatannya Jokowi tidak segan menunjukkan taringnya dengan melakukan resuffle kabinet.
Keputusan Jokowi ini dianggap perbuatan arogan dan bar-bar. Namun demikan, di lain sisi menyebutkan jika Jokowi sedang dilanda phobia atau ketakutan yang berlimpah. Jokowi sedang stres berat di akhir masa jabatan presiden.
Tindakan dari rasa ketakutan tersebut ditunjukkan Jokowi dengan mempreteli atau membumi- hanguskan lawan politik. Jokowi membuang politisi dari partai yang mengancam dirinya. Mantan walikota Solo ini juga tidak segan-segan melakukan dugaan kudeta partai kecil seperti PSI dan partai besar seperti Golkar. PDI-P bergeser kuasai Golkar karena gagal mengambil alih PDI-P.
Resuffle Kabinet Berjilid-Jilid
Untuk sekian kalinya, Presiden Joko Widodo mengocok ulang atau reshuffle kabinet. Jokowi juga melantik 3 Kepala Badan di Istana Negara, Jakarta, pada Senin, 19 Agustus 2024.
Rujukan hukum Reshuffle kabinet didasari aturan Keppres No 92/P Tahun 2024 tentang pemberhentian dan pengangkatan menteri negara kabinet indonesia maju periode 2019-2024 dan Keppres Nomor 52/M Tahun 20204 tentang pengangkatan Wamenkominfo Kabinet 2019-2024.
Terdapat politisi yang diduga lawan politik Jokowi harus lengser, ada ada politisi partai Gerindra masuk di kabinet. Sejumlah menteri yang dilantik adalah :
1. Menkumham Supratman Andi Atgas
2. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia
3. Kepala BKPM/ Menteri Investasi Rosan Roeslani
4. Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Angga Raka Prabowo
Transisi Kekuasaan
Ketika isi resuffle kabinet ini sangat liar dan politik di mata publik, justru pihak Istana Kepresidenan mengatakan jika resuffle kabinet bersifat normatif, melanjutkan keberlangsungan kabinet lama ke kabinet baru. Istana mengatakan pengangkatan Menteri, Wakil Menteri dan Kepala Badan diperlukan untuk mempersiapkan dan mendukung transisi pemerintahan. “Agar berjalan dengan baik, lancar dan efektif,” kata Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana melalui pesan singkat kepada Tempo pada Senin pagi, 19 Agustus 2024.
Resuffle kabinet hari ini didukung oleh elite Gerindra. Sebagai partai pengusung utama. Presiden terpilih Prabowo-Gibran tentunya arah dan petunjuknya sudah jelas, mendukung kebijaksanaan resuffle kabinet hari ini yang dilakukan oleh Jokowi. Melalui Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad juga mengatakankan ada banyak hal yang perlu disinkronisasi Jokowi kemudian perlu ada percepatan untuk lancarnya transiai pemerintahan.
“Untuk menyongsong pemerintahan baru ke depan,” kata Dasco di Istana Negara.
Tentu, resuffle kabinet hari ini yang mendapatkan durian runtuh kekuasaan adalah Gerindra dan orang dekat Jokowi. Apa yang terjadi hari ini yakni pergantian komposisi Kabinet Indonesia Maju hari ini dilakukan menjelang akhir jabatan Presiden Jokowi buah kerja sama politik Jokowi dan Prabowo.
Menjadi saksi politik jika pada 18 Juli 2024, Jokowi memberikan benefit jabatan menteri atau wakilnya ke Gerindra. Jokowi mengganti susunan wakil menteri dengan menunjuk dua orang dekat Presiden terpilih Prabowo Subianto, Thomas Djiwandono dan Sudaryono sebagai Wakil Menteri Keuangan dan Wakil Menteri Pertanian.
Pengakuan Istana
Hari ini, Senin, tanggal 19 Agustus 2024, pukul 09.30 WIB, bapak presiden diagendakan akan melantik beberapa menteri, wakil menteri dan beberapa kepala badan di Istana Negara,” kata Ari Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana dalam keterangan, Senin (19/8).
Ari mengatakan reshuffle kabinet diperlukan demi transisi ke pemerintahan selanjutnya di bawah Presiden terpilih RI Prabowo Subianto.
“Pengangkatan Menteri, Wakil Menteri dan Kepala Badan diperlukan untuk mempersiapkan dan mendukung transisi pemerintahan agar berjalan dengan baik, lancar dan efektif,” sambungnya.
Resuffle Sasar Menteri PDI-P
Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengonfirmasi kabar yang menyebut dua menteri PDIP akan terkena reshuffle Kabinet Indonesia Maju. Ketua DPP PDIP, Deddy Yevry Sitorus mengaku mendengar kabar tersebut sejak pekan lalu.
Meski begitu, menurut Deddy, prinsipnya reshuffle merupakan hak prerogatif Presiden. Dia karena itu mengaku tak mempermasalahkannya.
Menurut Deddy, PDIP sejak awal hanya berkomitmen untuk terus mengawal pemerintahan Presiden Joko Widodo hingga akhir.
“Kecuali memang merasa tidak membutuhkan lagi. Kalau tidak membutuhkan lagi itu hak preogatifnya silakan saja. Kita nggak ada masalah,” katanya.
Melalui Juru Bicara DPP PDIP Chico Hakim berharap reshuffle kabinet ditujukan untuk meningkatkan kinerja. Pihaknya menyoroti masalah ekonomi dalam beberapa waktu terakhir.
Dalam hal ini, Chico mengaku pihaknya juga berharap agar reshuffle tak hanya dilakukan untuk bagi-bagi jabatan.
Dikatakan oleh Chico bahwa banyak hal terkait dengan percepatan IKN yang perlu juga dievaluasi. Jadi harapan kami reshuffle bukan untuk bagi-bagi jabatan, utamanya juga dengan alasan sinkronisasi dengan pemerintahan ke depan.
Dua Kubu Berseteru
Dinamika politik menjelang disahkan pemerintah baru Pranowo-Gibran semakin menunjukkan bagaimana peta politik nasional warna dan pengaruh bakal terjadi dalam waktu 5-10 tahun ke depan. Tiga hal yang akan mendominasi kekuatan politik yakni kluster Prabowo, Jokowi dan keluarganya serta kluster oposisi yang akan diwakili oleh PDI-P. Jadi, perebutan dan perseteruan politik bakal terjadi diantara 3 pusaran kekuasaan.
Sudah jelas jika konfigurasi kekuatan sentral politik ada dua. Dua kubu berada dalam satu koalis pemerintah Prabowo-Gibran dan satu kubu diperankan oleh PDI-P sebagai mantan penguasa 2 kali di periode Pemerintahan Jokowi Jilid 1 dan Jilid 2.
Jadi, kluster Jokowi titik sentral pencapaian politiknya adalah mempertahankan dan mengendalikan kekuasaannya di eksekutif melalui anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, Menantunya Bobby Nasution yang akan maju di Pilkada Sumut, di parlemen melaui Kaesang Pangereb Ketum PSI serta Golkar yang akan dikendalikan oleh orang Jokowi. Penguasa di parlemen juga akan diteruskan sebanyak-banyaknya melalui penguasaan dan akuisisi partai tengah seperti Partai Amanat Nasioanal (PAN).
Kader PDI-P Disikat
Salah satu kader PDI-P yang terkena resuffle kabinet hari ini. Sedangkan Partai Gerindra dan Kluster Jokowi sedang panen jabatan menteri. Mereka adalah politikus Partai Gerindra Supratman Andi Atgas dilantik sebagai Menteri Hukum dan HAM (MenkumHAM) menggantikan Yasonna Laoly, Bahlil Lahadalia sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggantikan Arifin Tasrif, Rosan Roeslani sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menggantikan Bahlil.
Dengan dicopotnya Menkumham Yasonna Laoly PDI-P kehilangan potensi jabatan strategis di Pemerintahan Jokowi. Prediksinya, Jokowi selaku pemegang hak prerogatif sengaja memangkas jabatan Kemenkumham dari pengaruh PDI-P. Jabatan ini sangat stategis terutama bagi PDI-P melakukan pengendalian dan eksekusi di bidang hukum serta produknya.
Bertahan Oposisi Akan Dibabat Habis
Dengan jatuhnya kementerian ini PDI-P tersingkir dari permainan dan juga tindakannya yang berurusan penegakan hukum, produk hukum dan proses serta hasil dari berbagai kasus sengketa hukum maupun penyelesaiannya. Kemungkinan bakal terjadi pemaksaan yang disengaja terhadap kader dan elite PDI-P baik yang sedang menjalankan tugas di eksekutif atau di parlemen.
PDI-P semakin mengalami kerugian dan pukulan tak terbatas dari rezim penguasa. PDI-P akan semakin dimarginalkan apalagi berani dan brutal melakukan oposisi terhadap pemerintah yang sedang berjalan atau pemerintah baru. Tentu hal buruk segera terjadi dalam waktu dekat dan juga proyeksi politik ke depan.
Saat ini PDI-P sudah nyata-nyata dikucilkan di berbagai perhelatan Pilkada. PDI-P harus menarik diri para kader PDI-P dari bursa pencalonan Kepala Daerah. PDI-P sengaja dikepung oleh KIM Plus yang menyebabkan tidak mendapat tiket karena PDI-P gagal penuhi parlement threshold sebagai syarat pintu utama dapat mencalonkan kepala daerah.
Bisa jadi dalam Pemilu 2029-2034 nanti, PDI-P akan kalah dan menjadi partai yang dikerdilkan oleh rezim baru dengan sokongan pengaruh dari Jokowi. Dengan begitu, manjadi tantangan besar yang harus diambil dan dipertaruhkan untuk berhadapan atau menjahili Jokowi serta kroninya. Artinya, apakah PDI-P akan berkomitmen menjadi partai yang berada di luar pemerintah atau harus negosiasi ulang hingga menjadi partai pecundang, berada di dua kaki.
© Copyright 2024, All Rights Reserved