Polemik Kartu Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan (KS NIK) milik Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi masih berlanjut. KS yang tidak terintegrasi dengan BPJS, dianggap bertentangan dengan surat edaran Mendagri Nomor 440/3890/SJ, yang berisi perintah agar semua daerah mendukung program strategis nasional dalam bidang kesehatan.
Salah satu bentuk dukungan yaitu dengan mengintegrasikan Jamkesda ke BPJS, dalam hal ini KS yang merupakan Jamkesda justru berdikari sendiri dan tidak terintegrasi dengan BPJS. Oleh karena itu, Pemkot Bekasi terpaksa menghentikan sementara program KS-NIK Per 1 Januari 2020, dan menuai polemik di masyarakat.
Untuk memastikan KS-NIK tetap bisa dijalankan, maka Pemkot Bekasi melalui perwakilan masyarakat melakukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Agung (MA) untuk menggugat Surat Edaran Mendagri Nomor 440/3890/SJ.
"Kemarin kami seluruh perwakilan fraksi di DPRD, intinya sudah menyepakati dan memberikan ruang dan waktu bagi masyarakat Kota Bekasi untuk melakukan Judicial Review. Kami sepakat dan mendukung hal tersebut, supaya kita bisa mendapat jawaban pasti, karena untuk menempuh jalur hukum itu, memang harus melalui Judicial Review. Jadi apapun hasilnya kita berharap masyarakat Kota Bekasi bisa mendapatkan hasil terbaik dan maksimal," kata Ketua Fraksi Partai Golkar Kota Bekasi, Daryanto kepada Kantor Berita RMOLJabar, Selasa (17/12).
Ia mengatakan, pada dasarnya DPRD telah bersepakat untuk KS-NIK dilanjutkan dan telah menyetujui anggaran sebesar Rp386 miliar untuk tahun 2020. Persoalan anggaran tersebut dapat diserap atau tidak, dirinya akan menunggu hasil JR dari tim Advokasi Patriot Indonesia.
"Apapun hasil Judicial Review itu yang akan kita kaji. Saya meyakini baik pemerintah provinsi, Mendagri pasti ada solusi soal itu. Makanya kita bersepakat, kita dukung, kita berikan waktu, dan ruang supaya tim ini bekerja. Bisa mendapatkan hasil yang maksimal bagi masyarakat Kota Bekasi," tandasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved