RMOLJabar. Warga Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), mengaku sudah mengetahui sejak lama keberadaan patahan Sesar Lembang yang kondisinya aktif.
Kendati begitu, mereka mengaku masih berpikir rasional dan tidak akan mengambil langkah seperti yang dilakukan sejumlah warga di Ponorogo, Jawa Timur yang melakukan pindah masal ke Kabupaten Malang karena ada isu bencana akibat kiamat.
"Tidak lah, tidak sampai akan seperti warga di sana (Ponorogo) yang pindah masal untuk menghindari bencana. Warga Lembang itu udah semi modern dan berpikir rasional, kalaupun tahu akan keberadaan Sesar Lembang yang berpotensi menimbulkan gempa, tentunya akan berpikir ulang kalau harus pindah dari lembang," kata warga asli Lembang, Lili Supriatna, Jumat (15/3).
Dirinya juga merasa tidak terganggu dan akan menyikapi secara wajar, kendati saat ini patahan Sesar Lembang sudah masuk tahap siklus pelepasan energi.
Terkait adanya potensi bencana itu, maka peran pemerintah yang harus lebih masif melakukan sosialisasi kepada masyarakat hingga tingkat RW dan RT.
Upaya antisipasi dini juga harus dilakukan dengan memberikan pemahaman kepada warga agar membangun rumah tahan gempa.
"Harus seperti di Jepang, warga di sana sudah paham kalau membangun rumah kontruksinya tahan terhadap getaran gempa. Sebab yang berbahaya adalah reruntuhan akibat bangunan efek dari gempanya yang bisa melukai atau menimbulkan korban jiwa," imbuhnya.
Warga lainnya, Popi Nuriani mengaku tidak khawatir dan cemas berlebihan kendati hidup dan beraktivitas sehari-hari di atas Sesar Lembang.
Dia berpandangan semua ada takdirnya, karena pasti aparat atau instansi yang berwenang tidak akan tinggal diam.
Sehingga ketika ada indikasi akan terjadi pergerakan patahan Sesar Lembang pasti ada pemberitahuan.
"Prinsipnya waspada saja, tidak takut berlebihan karena semua ada takdirnya," kata dia.
Peneliti dari Pusat Penelitian Mitigasi Bencana (PPMB) ITB, Rahma Hanifa menyebutkan, pelepasan energi Sesar Lembang bisa dalam bentuk gempa-gempa kecil.
Siklus gempa sebetulnya bersifat unik untuk setiap patahan. Seperti untuk Sesar Lembang periodisasinya antara 170-670 tahun, tapi berbeda siklusnya dengan Sesar Cimandiri.
Untuk mengetahui siklus itu harus punya catatan sejarah yang cukup panjang dengan didukung data geologi hasil penelitian yang tidak singkat.
"Jadi suatu daerah yang pernah terjadi gempa, maka akan terus berulang mengalami gempa sesuai dengan siklusnya. Begitupun dengan Sesar Lembang. Periodisasinya secara umum dapat terjadi antara 100 sampai 1.000 tahun sekali, namun tidak dapat diprediksi kapan akan terjadinya," kata dia. [gan]
© Copyright 2024, All Rights Reserved