Proses pencoblosan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Kabupaten Karawang di 177 desa bakal berlangsung Minggu (21/3) besok. Hal tersebut menjadi adu gengsi perebutan kursi kepala desa dan peningkatan status sosial di masyarakat.
Namun yang tak kalah diperbincangkan adalah fenomena serangan fajar. Banyak masyarakat yang mulai membicarakan fenomena tersebut karena kerap terjadi di setiap gelaran proses demokrasi, termasuk Pilkades.
"Serangan fajar dimaknai masyarakat desa sebagai cara calon Kades melalui Timsesnya melobi masyarakat di detik-detik terakhir hari pemilihan Kades," ujar Pengamat politik dari Universitas Singa Perbangsa Karawang (Unsika) Dadan Kurniansyah, Sabtu (20/3).
Ia membeberkan, banyak model serangan fajar yang biasa dilakukan kandidat, mulai dari pemberian uang langsung, iming-iming materi, perjanjian tertulis antara pemilih dan calon Kades, dan pemantauan ceklist pendukung terdaftar.
"Bahkan sekarang lebih canggih dengan "list" nomor handphone dan penggunaan media sosial (dengan melaporkan "realtime" pasca mencoblos)," ujarnya.
Secara konseptual, terang Dadan, hal tersebut dalam mahzab machiavellisme sah dilakukan untuk mencapai kekuasaan. Baik dalam proses demokrasi di tingkat pusat maupun Pilkades.
"Artinya sebagai salah satu strategi pemenangan calon Kades, serangan fajar dapat menjadi pilihan utama atau pilihan terakhir untuk dilakukan olah calon Kades yang memiliki kekuatan uang/materi tanpa melihat dampak akhir setelah calon tersebut menjadi pemenang Pilkades," terangnya.
Namun secara moral, bebernya, dalam serangan fajar terjadi negosiasi jual beli yang berarti merendahkan martabat dan harga diri si pemilih dalam posisi status sosial yang rendah dan melihat dampak lanjutan ketika si calon Kades menjadi pemenang.
"Dampak lanjutan bagi masyarakat desa terkait adanya korupsi dana desa (banyak kasusnya), rendahnya pelayanan, pembangunan desa dan lain sebagainya. Namun moralitas ini biasanya tertutup oleh budaya pragmatis masyarakat desa saat ini," kata Dadan.
Secara regulasi penyelenggaraan Pilkades berbeda dengan Pilkada, namun beberapa kajian hukum dapat mengkategorikannya sebagai tindakan suap dan beberapa daerah sudah mulai memasukannya menjadi pelanggaran Pilkades.
"Untuk saat ini biasanya oleh panitia pemilihan hanya dibuat kesepakatan tertulis seluruh calon Kades dalam bentuk deklarasi Pilkades yang bersih, bermartabat dan damai tanpa uang," ujar Dadan.
"Proses terberatnya adalah pengawasan dan monitoring yang dilakukan panitia pemilihan, karena serangan fajar biasanya bergerak diam-diam seperti hantu," tandasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved